Jutaan sertifikat tanah telah dibagikan oleh Pemerintahan Jokowi-JK dalam 5 tahun terakhir, pembagian secara masive ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan kenyamanan masyarakat atas tanah yang sudah mereka miliki yang selama ini belum bersertifikat. Tidak cuma kepada masyarakat, kepada ratusan institusi di negeri ini juga ikut merasakan kemudahan ini. Tentu semua dengan proses verifikasi kepemilikan yang benar.
Rabu 13 Maret 2019 lalu Sofyan A Djalil selaku Menteri ATR/BPN RI melakukan penyerahan sertifikat tanah untuk beberapa penerima di Kota Banda Aceh. Penyerahan sertifikat itu berlangsung di aula Lantai IV Gedung Mawardy Nurdin, Balai Kota dan diterima oleh Aminullah Usman selakuk Wali Kota. Sementara di Aceh Besar, penyerahan sertifikat untuk masyarakat itu berlangsung di Meuligoe Bupati di Kota Jantho, yang diterima Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali.
Hal yang menarik dalam kesempatan itu adalah permintaan Wali Kota Aceh kepada Menteri ATR/BPN RI agar beberapa lahan milik BUMN dihibahkan kepada Pemda untuk dikelola dengan lebih baik.
Sebenarnya hal seperti ini tidak perlu dilakukan, karena masih ada cara lain yang bisa dilakukan. Hibah hanya dilakukan bila itu satu-satunya cara yang bisa ditempuh, tetapi kalau tujuannya hanya agar bisa dimanfaatkan dengan baik, itu adalah sebuah kesalahan besar.
Semua BUMN harus mempertanggung jawabkan kepada kementerian BUMN setiap jenagkal lahan yang mereka miliki. Hal ini karena BUMN adalah sebuah badan usaha (perusahaan), yang mana pelaporan aset adalah hal yang harus dilakukan dengan bertanggung jawab. Jangan sampai ada aset yang diprivatisasi.
Tanah yang kosong bukan berarti tidak bisa digunakan, karena semisal bila kepala daerah setempat cerdas, dia bisa melakukan kerjasama dengan beberapa pihak untuk memaksimalkan. Misalnya dengan menggandeng investor untuk mengembangkannya menjadi lahan yang produktif. Pihak pemerintah daerah bisa menggandeng BUMN selaku pemilik lahan, dan pihak swasta lainnya untuk membangunnya.
Tentu dengan sistem bagi hasil. Bila hal ini dilakukan, saya yakin pembangunan di Kota Aceh Besar akan lebih semarak dan bermanfaat bagi kemaslahatan semua pihak.
Sebenarnya di DKI Jakarta ada contoh bagaimana Basuki Tjahaya Purnama selaku gubernur DKI Jakarta waktu itu membangun Bundaran Semanggi yang prestisius tanpa membebani APBD DKI. Padahal APBD di DKI sisa banyak, tetapi gubernur tidak mau menggunakannya. Itu adalah contoh kecerdasan dalam mengelola uang APBD.
Mungki di Kota Aceh Besar bisa melakukan hal yang sama, dengan menggandeng investor lokal, membangun pusat perbelanjaan / pusat kuliner yang modern dengan arsitektur khas Aceh, sehingga bisa menjadi tempat yang ikonik Kota Aceh.
Lahan bisa menggunakan salah satu lahan yang kosong, bila itu milik BUMN ya seharusnya komunikasikan dengan baik dengan pihak BUMN terkait dan pihak investor. Jalin kerjasama dengan ketentuan win-win solution (menguntungkan semua pihak).
Jadi, akuisisi lahan bukanlah sebuah solusi bila tujuannya hanya untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan, saya lihat disini justru lebih baik bila adanya kerjasama pengembangan kota dengan melibatkan banyak pihak, sehingga bisa terjadi saling kontrol antar institusi, baik negeri maupun swasta.