Lihat ke Halaman Asli

BaBe

Saya masih belajar dengan cara membaca dan menulis.

Berlagak Pinter Bikin Warga Keblinger

Diperbarui: 17 Agustus 2018   11:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam beberapa minggu terakhir, kita bisa dengan mudah menemukan artikel perihal penertiban lahan aset PT KAI di Tanjung Karang, oleh PT KAI Divre 4 Tanjung Karang, yang dihadapkan kepada warga yang menolak untuk ditertibkan.

Persoalan ini berawal dengan kewajiban semua BUMN untuk menata dan menertibkan semua data asetnya. Hal ini akan bermanfaat bagi semua pihak, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan ketidakjelasan kepemilikan, terutama lahan.

Kita mengenal beberapa cara untuk memiliku lahan, yaitu dengan membeli, mendapatkan warisan, atau mendapatkan hibah kepemilikan. Tiga hal ini yang lazimnya terjadi di wilayah hukum Indonesia.

Hal menarik terjadi di Tanjung Karang, Lampung, di mana seorang anggota DPD bertindak memprovokasi warga yang tidak mempunyai hak, dan tidak mempunyai bukti kepemilikan untuk mengajukan kepemilikan, mengakui kepemilikan, merampas kepemilikan lahan aset yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini milik BUMN PT Kereta Api Indonesia.

Ini sebuah peristiwa yang konyol, dimana aturan hukum yang ada coba dia perdaya hanya untuk mendapatkan suara / empati masyarakat sekitar demi Pemilihan Legislatif 2019 nanti. 

Cara seperti ini adalah cara Orde Baru, menjadi lebih menarik karena pelakuknya adalah oknum anggota DPD yang seharusnya paham tentang hukum, paham tentang aturan, dan paham tentang mana hal yang baik dan mana yang tidak.

Tokoh Lampung sekaligus Anggota DPD itu adalah Andi Surya. Mungkin maksud dia adalah mencari simpati dari warga, tetapi yang terjadi adalah warga yang menjadi korban, karena ketidak tahuan warga soal hukum, dibenturkan oleh Andi Surya yang juga tidak paham akan persoalan yang terjadi.

Akan menarik bila warga yang tertipu melaporkan Andi Surya ke pengadilan negeri setempat, karena telah membodohi masyarakat lampung terdampak penertiban pendataan dengan memberikan informasi yang tidak akurat.

Objek yang Andi Surya sendiri tidak tahu dan tidak pernah melihat adalah apa yang dinamakan Grondkaart. Entah dari siapa pembisiknya Andi Surya membodohi warga dengan mengatakan grondkaart tidak bisa dijadikan alat bukti kepemilikan. Fakta dilapangan berbicara lain, beberapa kasus yang diputuskan oleh pengadilan, menyatakan grondkaart bisa diterima sebagai alat bukti kepemilikan yang sah sebuah lahan. Hal ini karena pada setiap grondkaart selalu ada manuskrip / dokumen yang menyertainya.

Perlu dipahami, bahwa grondkaart tidaklah berdiri sendiri, karena setiap grondkaart selalu punya rujukan dokumen yang sah di mata hukum, karena dibuat bukan oleh perseorangan, melainkan oleh pemerintah di zaman kolonial, dengan persetujuan bebrapa pihak, baik instansi pemerintah pusat, kementerian, dan pihak terkait di daerah dimana lahan yang terpampang di grondkaart tersebut berada.

Contoh sederhana, bila 100 tahun lagi hukum di Indonesia berubah karena suatu hal, bukti kepemilikan tanah kita saat ini, yang berujud sertipikat dengan logo Burung Garuda di depannya adalah tetap menjadi bukti kepemilikan yang sah. Tidak bisa terus dianulir menjadi bukti yang tidak sah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline