Lihat ke Halaman Asli

Memahami Fenomena Stratifikasi Sosial di Indonesia

Diperbarui: 3 Januari 2025   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Fenomena stratifikasi sosial di Indonesia menggambarkan pembagian masyarakat ke dalam lapisan-lapisan berdasarkan berbagai faktor, seperti ekonomi, pendidikan, kekuasaan, dan budaya. Di tengah keberagaman tinggi, stratifikasi sosial memainkan peran penting dalam membentuk struktur sosial dan memengaruhi kehidupan individu dan kelompok. Artikel ini bertujuan untuk memahami pembentukan stratifikasi sosial di Indonesia, dengan fokus pada perbedaan ekonomi, akses pendidikan, dan kekuasaan. Walaupun ada kebijakan pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH) untuk mendukung keluarga miskin dalam pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan, ketimpangan sosial masih tetap terasa dan memengaruhi peluang hidup masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah-langkah lebih strategis untuk mengurangi kesenjangan antar sosial.

Stratifikasi sosial di Indonesia terjadi karena perbedaan akses terhadap ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan kekuasaan. Pembangunan ekonomi yang pesat di kota-kota besar sering menciptakan jurang ketimpangan dengan daerah pedesaan yang tertinggal. Ketimpangan ini semakin diperburuk oleh rendahnya kualitas pendidikan, keterbatasan kesempatan kerja, serta diskriminasi sosial. Meskipun pemerintah telah berupaya melalui kebijakan seperti bantuan sosial, pendidikan vokasi, dan Program Desa Mandiri, ketimpangan sosial tetap terasa kuat, memengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Fenomena ini menciptakan ketidaksetaraan ekonomi sekaligus memperburuk ketegangan sosial antara kelompok masyarakat. Oleh karena itu, memahami pembentukan stratifikasi sosial dan dampaknya terhadap mobilitas sosial sangat penting.

Fenomena stratifikasi sosial ini berkaitan erat dengan faktor-faktor ekonomi dan sosial. Salah satu indikator ketimpangan ekonomi adalah Gini ratio, yang menunjukkan distribusi pendapatan dalam suatu populasi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Gini ratio Indonesia tercatat sebesar 0,379 pada Maret 2024, sedikit menurun dari 0,388 pada tahun sebelumnya. Meskipun ada perbaikan di kota dan desa, kesenjangan antara keduanya masih signifikan, dengan kelompok 40% terbawah menguasai hanya 18,40% dari total pengeluaran.

Pendidikan juga memainkan peran penting dalam stratifikasi sosial. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menunjukkan ketimpangan akses pendidikan antara provinsi maju dan tertinggal. Misalnya, Aceh mencatatkan APS SD sebesar 99,43% pada 2023, sementara Papua hanya 83,61%.

Kemiskinan sangat terkait dengan sektor pekerjaan, terutama di daerah pedesaan dan sektor informal perkotaan. Sebanyak 68,7% dari 36,10 juta orang miskin pada 2004 tinggal di pedesaan, sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Sektor ini menyumbang lebih dari 50% kemiskinan di Indonesia, lebih besar daripada sektor industri atau jasa.

Sektor kesehatan juga memperburuk stratifikasi sosial, seperti dalam program BPJS Kesehatan. Kenaikan iuran BPJS pada 2024 berisiko mempengaruhi peserta kelas III, yang sebagian besar berasal dari kalangan berpenghasilan rendah.

Fenomena sosial lain seperti penelitian gelar haji di Desa Keboansikep menunjukkan pentingnya simbol status dalam stratifikasi sosial. Gelar haji dipandang sebagai simbol keberhasilan dan status sosial yang tinggi, memicu orang untuk berlomba-lomba menunaikan ibadah haji demi mencapai status tersebut. Dari data data diatas dapat disimpulkan bahwa, Stratifikasi sosial di Indonesia tetap menjadi masalah besar meskipun berbagai kebijakan telah diterapkan. Faktor ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan akses terhadap layanan dasar sangat berperan dalam membentuk kelas sosial. Ketimpangan sosial-ekonomi antara kelompok masyarakat masih sangat nyata, dan meskipun kebijakan pemerintah seperti bantuan sosial dan pendidikan vokasi telah ada, dampaknya terbatas, terutama di daerah-daerah terpencil dan sektor-sektor dengan kesejahteraan rendah. Ketimpangan ini tidak hanya memengaruhi ekonomi, tetapi juga memperburuk mobilitas sosial dan ketegangan antar kelompok. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi, serta upaya pemberdayaan masyarakat, peningkatan akses pendidikan, pekerjaan layak, dan layanan dasar yang lebih merata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline