Lihat ke Halaman Asli

lebaran dulu dan kini

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah hampir seminggu lebaran berlalu. Benarkah lebaran telah berlalu? Kini, lebaran menjadi terkesan sepi. Takbir hanya dikumandangkan saat sholat ied dan hari berikutnya sudah sepi.  Setelah sholat ied pun, yang dikunjungi hanya sebatas sanak famili seolah kita tak pernah berbuat salah dengan tetangga sebelah. Anak-anak kecil pun tak saya lihat lagi berduyun-duyun ke rumah guru-guru mereka selayaknya saya dan teman-teman saat kecil dulu. Tentu saja bagi saya ini sebuah kemunduran etika. Karena tak ada lagi penguatan silaturohim dengan tetangga dan peningkatan penghormatan terhadap guru oleh siswa. Lebaran hanya sebatas tanda berakhirnya puasa selama sebulan penuh dan berkumpulnya keluarga dekat yang kebetulan biasanya berjauhan tempat.

Dulu, saat saya masih kecil, bahkan sampai 3 hari setelah sholat ied, takbir masih berkumandang di setiap surau di jam-jam sesudah adzan. Dulu, selepas sholat ied, jalanan begitu ramai, karena kami saling berkunjung tak hanya ke sanak family melainkan ke seluruh tetangga juga saling berkunjung, bahkan sampai lebaran hari keempat,  jalanan masih ramai oleh lalu lalang orang yang bersilaturohim. Saya bersama teman-teman sekolah berdondong-bondong bersepeda ria mengunjungi satu-persatu guru-guru kami. Dari mulai guru-guru sekolah dasar hingga guru mengaji kami. Hal ini tentu menjadi rasa yang membahagiakan bagi kami selaku siswa karena saat berkunjung ke guru pada moment seperti itu, yang ada hanyalah kedekatan siswa sebagai anak dan guru sebagai orang tua. Sang guru pun tentunya senang menerima kehadiran anak-anak didiknya karena itu artinya anak-anak didiknya menghargai dan menghormati serta menyayanginya. Esensi lebaran benar-benar sangat berarti dalam hati. Lebaran benar-benar menjadi moment yang dinanti untuk berbagi dan memperkuat tali serta penegasan rasa hormat dari anak terhadap orang tua, dai yang muda ke yang tua, dan dari murid ke gurunya. Dengan demikian, lebaran tak sekedar merayakan kemenangan atas puasa melainkan benar-benar menjadi moment yang mampu melebur semua salah baik terhadap orang tua dan sanak keluarga, terhadap tetangga, serta terhadap guru sebagai orang tua kedua.

walaupun demikian, apapun yang terjadi, tetap dari hari lubuk hati, saya mengucapkan minal aidin walfaidin, mohon maaf lahir dan batin.. Semoga kita benar-benar bisa memanfaatkan moment lebaran untuk membenahi silaturohim baik dengan keluarga dekat, sanak famili, tetangga kanan kiri, serta mendapat keikhlasan dari semua guru-guru kita dengan lebih menghormati mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline