'Gagal maning, gagal maning son', ungkapan legendaris dari Tuyul Gentong dalam serial Tuyul & Mbak Yul tersebut rasanya menjadi frasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi sepak bola Indonesia saat ini. Seperti yang sudah diketahui sejak Rabu (29/03) malam, FIFA secara resmi membatalkan keterpilihan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, yang juga sekaligus menggagalkan kesempatan Indonesia Raya untuk berkumandang, setidaknya sekali saja, di ajang Piala Dunia sepak bola.
Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2019 lalu tentu adalah angin segar bagi olahraga yang begitu populer di tanah air namun kepengurusannya selalu carut marut ini. Harapan membumbung tinggi bagi putra bangsa untuk mengibarkan merah putih di ajang dunia. Asa kian memuncak ketika waktu perhelatan turnamen akbar tersebut semakin dekat. Akhirnya, mimpi kita sebagai Warga Negara Indonesia untuk melihat tim nasional Indonesia bermain di Piala Dunia sepak bola akan terwujud. Akhirnya.
Akhirnya gagal. Akhirnya Indonesia batal jadi tuan rumah. Akhirnya kita harus menunggu, entah berapa lama lagi, untuk melihat tim nasional Indonesia bermain di Piala Dunia. Sungguh akhir tragis bagi sebuah angan-angan yang sudah melangit.
Perasaan sedih, kecewa, dan marah, tentu ada, apalagi ketika mengetahui bahwa pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan ini adalah pihak yang tidak begitu peduli dengan sepak bola, apalagi sepak bola Indonesia. Sedangkan para pecinta sepak bola di tanah air yang sudah menunggu momen ini sejak lama hanya bisa meratapi nasib persepakbolaan negeri ini yang makin lama, rasanya 'begitu-begitu aja', atau justru, kian memburuk.
Namun, saya selalu percaya, ada pelangi sehabis hujan, ada terang setelah gelap, ada hal baik yang bisa dipetik dari kekecewaan ini. Berikut 2 hal baik yang menurut saya bisa diambil dari peristiwa ini:
Menandai Pihak yang Berseberangan
Jutaan jiwa mendukung Piala Dunia U-20 tetap terselenggara di Indonesia, namun tidak sedikit juga yang menolak. Sayangnya, suara penolakan ini justru datang dari masyarakat Indonesia sendiri dan menjadi peluru paling tajam yang 'sukses' membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah.
Beberapa tokoh, partai, atau bahkan kelompok yang menolak ini belum tentu mencintai sepak bola, belum tentu juga akan menonton Piala Dunia U-20, namun mereka inilah yang dapat dibilang bertanggung jawab atas kegagalan kita untuk menikmati turnamen akbar antar dunia di negeri sendiri.
Maka dari itu, hal baik yang dapat dipetik adalah, kita tau tokoh siapa dan kelompok mana yang menjadi api dari besarnya asap tersebut. Tentu, akan ada yang makin pro dan makin kontra, jadi karena sudah tau siapa saja yang berseberangan, tentukan pilihanmu dengan bijak, kawan.