Lihat ke Halaman Asli

Pilar Cahya Rinjani

Mahasiswi Universitas Airlangga

Skinship Membuat Hubungan Toxic, Benarkah?

Diperbarui: 12 Desember 2024   10:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Dalam menjalin sebuah hubungan, khususnya saat menjadi sepasang kekasih kita pasti mudah
jatuh hati atau terkesan dengan tindakan-tindakan yang cenderung menyerang love language
kita. Love language atau bahasa cinta merupakan tindakan yang dilakukan kepada orang lain
ketika sedang mengalami jatuh cinta. hal tersebut dapat membangun rasa suka dan keterikatan
yang lebih dalam. sekilas, love language terlihat seperti sesuatu yang romantis. Bagaimana
tidak? kita pasti akan lebih merasa dicintai oleh seseorang yang mengerti love language kita.
Chapman (2010) mengatakan bahwa terdapat lima bahasa cinta (five love languages) dan
setiap manusia memiliki bahasa cinta yang primer. Salah satu dari love language tersebut
adalah physical touch atau sentuhan. Physical Touch adalah bahasa cinta yang berupa
keintiman, perasaan dicintai, dan dilindungi bila mendapat sentuhan fisik. Saling memegang
tangan, memeluk dan bercinta merupakan cara penyampaian kasih emosional kepada
pasangan. Bagi orang yang memiliki love language ini, melakukan skinship dengan pasangan
adalah hal yang menyenangkan karena dapat memberi rasa aman dan nyaman, tentu saja kita
pasti akan merasa bahwa pasangan kita sangat menyayangi kita.
Ketika kita melakukan skinship seperti bergandengan tangan, berpelukan, atau aktivitas
lainnya, tubuh kita akan melepaskan hormon oksitosin. Hormon ini dilepaskan saat tubuh kita
merasa senang, aman, dan nyaman. Pelepasan hormon oksitosin dapat membuat tubuh merasa
baik dan bahagia, sehingga hormon ini juga disebut sebagai hormon cinta, hormon
kebahagiaan, atau hormon ikatan. Selain memperdalam keterikatan dan mendorong
pertumbuhan, hormon ini juga memiliki efek melemahkan reaksi stres dan menstabilkan emosi.
Namun tahukah kamu, ketika melakukan skinship secara berlebihan tanpa memberikan batasan
dengan orang lain terutama gebetan atau pasangan yang belum kita kenal lama dapat
memberikan dampak negatif? Selain memberikan dampak positif pada tubuh seperti
meredakan stress, menimbulkan rasa aman dan nyaman, ternyata melakukan skinship tanpa
memberikan batasan kepada orang lain juga dapat memicu seseorang untuk melakukan
manipulasi.
Skinship dapat membuat keterikatan dengan orang lain secara emosional, tetapi keaman secara
emosional dan kenyamanan secara fisik adalah 2 hal yang berbeda. Keamanan emosional
adalah perasaan aman yang dirasakan oleh tubuh secara fisik terhadap orang lain, sedangkan
keamanan fisik merupakan rasa aman terhadap lingkungan, dimana terdapat keamanan secara
psikologis, sosial, dan lain-lainnya.
Inilah kenapa banyak orang yang terjebak dalam hubungan toxic atau bahkan pergaulan bebas.
keamanan emosional yang dirasakan dapat menjadi “obat bius” sehingga seseorang yang
terjebak dalam toxic relationship cenderung tidak menyadari bahwa situasi tersebut dapat
menjadi berbahaya. Otak menjadi sulit memberi penilaian terhadap orang lain dan menutup
semua kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi, sehingga tubuh kita semakin lama akan
semakin kecanduan untuk terus menerus melakukan skinship dan menjadi tidak kritis
menanggapi keadaan yang sebenarnya. Selain itu perasaan cemas karena takut kehilangan
keamanan secara emosional dari pasangan juga menjadi faktor seseorang bertahan dalam
hubungan yang toxic.
Sebagai contoh, pelukan kasih sayang juga bisa dipakai untuk memanipulasi lawan bicara
supaya tidak memiliki kekuatan dan menjadi lemah. Pelukan juga dapat dilakukan untuk
menarik seseorang dengan energi seksual supaya terbawa suasana untuk melakukan hubungan
intim.
Hal tersebut dapat diatasi dengan membatasi skinship kepada orang lain. Kita harus bisa
memastikan apakah orang yang saat ini sedang menjalin hubungan kita merupakan orang yang
benar-benar baik atau tidak. Selain itu, sebelum memulai hubungan sebagai sepasang kekasih,
tidak ada salahnya untuk menjalani masa pendekatan yang cukup. Tidak harus cepat yang
penting kita dapat mengetahui dengan jelas perasaan dan tujuan orang lain melakukan
pendekatan kepada kita. Tetapi jika kita sudah terlanjur masuk dalam hubungan yang toxic,
jangan takut untuk menolak dan meninggal orang tersebut agar tidak semakin memberikan
dampak buruk dalam kehidupan.

Referensi
Surijah, E. A., Putri, K. D. A., Waruwu, D., & Aryanata, N. T. (2018). Studi psikologi
indigenous konsep bahasa cinta. Intuisi: Jurnal Psikologi Ilmiah, 10(2), 102-122.
Dewanti, H. P., & Setyadi, D. (2024). Hubungan Antara Gaya Kelekatan Dewasa Dengan
Toxic Relationship Pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling yang Berpacaran.
Katalis Pendidikan: Jurnal Ilmu Pendidikan dan Matematika, 1(3), 164-176.
Helene Brenner, Ph.D., dan Larry Letich (2023). Keamanan Emosional: Apa Itu dan
Mengapa Itu Penting. Diakses pada 10 Desember 2024, dari
https://www.psychologytoday.com/za/blog/the-art-of-feeling/202301/emotional-
safety-what-it-is-and-why-its-important
Monica P. (2023). Waspada, Ini Dia 3 Tipe Pelukan yang Bisa Berubah Jadi Red Flag.
Diakses pada 10 Desember 2024, dari https://stories.rahasiagadis.com/love-
relationship/9509028926/waspada-ini-dia-3-tipe-pelukan-yang-bisa-berubah-jadi-red-
flag?page=2
Kao Singapore Pte. Diakses pada 10 Desember 2024, dari
https://web.kao.com/sg/merries/guide/point/oxytocin/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline