Saat melihat sekeliling, seringkali kita menyadari bahwa di kalangan masyarakat yang kurang mampu secara finansial, memiliki banyak anak adalah hal yang umum terjadi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah ini hanya kebetulan semata atau ada alasan filosofis yang melatarbelakangi fenomena ini?
Dalam artikel ini, kita akan menggali pemahaman tentang mengapa orang "kurang mampu" cenderung memiliki banyak anak dengan menggunakan pendekatan sederhana.
Kebutuhan Praktis dan Keamanan Sosial
Salah satu alasan yang mendasari kecenderungan ini adalah adanya kebutuhan praktis dan keamanan sosial di kalangan masyarakat "kurang mampu". Di tengah keterbatasan sumber daya ekonomi, memiliki banyak anak bisa dianggap sebagai bentuk asuransi sosial.
Mereka percaya bahwa dengan memiliki lebih banyak anak, mereka akan memiliki lebih banyak tangan yang dapat membantu dalam pekerjaan sehari-hari, seperti mencari nafkah atau mengurus rumah tangga. Dalam pandangan mereka, memiliki banyak anak adalah jaminan keberlanjutan keluarga dan membantu membagi beban hidup.
Dalam perspektif sosial, memiliki banyak anak juga memberikan keamanan bagi orang tua di masa tua. Mereka berharap bahwa ketika mereka sudah tidak lagi mampu bekerja, anak-anak mereka akan mengambil alih tanggung jawab dan memberikan dukungan finansial.
Dengan kata lain, memiliki banyak anak menjadi cara untuk memastikan adanya jaringan sosial yang kuat yang dapat membantu mereka menghadapi tantangan hidup.
Faktor Budaya dan Nilai Tradisional
Selain faktor praktis, ada juga faktor budaya dan nilai tradisional yang berperan dalam kecenderungan ini. Di banyak masyarakat, memiliki banyak anak dianggap sebagai simbol keberuntungan, kejayaan, dan prestise.
Konsep ini sering kali tertanam dalam sistem nilai budaya yang mendorong seseorang untuk menghasilkan keturunan yang banyak. Ada keyakinan bahwa memiliki banyak anak menunjukkan kekuatan reproduksi, keberhasilan dalam kehidupan, dan pengaruh dalam komunitas.
Oleh karena itu, orang "kurang mampu" cenderung mengadopsi nilai-nilai ini dan berusaha memenuhi ekspektasi sosial yang ada.
Dalam konteks budaya, peran wanita juga turut mempengaruhi keputusan untuk memiliki banyak anak. Di beberapa masyarakat, nilai-nilai tradisional mengharuskan wanita untuk memiliki keturunan yang banyak dan menjadi ibu yang subur.