Lihat ke Halaman Asli

KPK Menjemput “Bola Pertama” di NTT

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1417113780546530057

[caption id="attachment_338255" align="aligncenter" width="680" caption="Marthen Dira Tome (Gambar: Pos Kupang)"][/caption]

Oleh: Pietro T. M. Netti

Senin, 17 November 2014, suasana Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Propinsi Nusa Tenggara Timur di Jl. Jend. Soeharto, depan kampus Universitas Nusa Cendana lama, dikejutkan dengan kedatangan sejumlah aparat berseragam Brimob Polda Nusa Tenggara Timur dengan bersenjata lengkap. Kedatangan anggota Brimob secara mendadak ini sempat membuat panik para pegawai di dinas setempat yang baru saja melaksanakan apel pagi (Apel Kesadaran tiap tanggal 17).

“Mungkinkah ada kasus tindak kejahatan/kriminal yang sedang terjadi? Atau mungkinkah ada teror yang dilancarkan oleh orang tidak dikenal yang mengancam keselamatan kantor dan karyawan?”

Itulah pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka di benak pegawai-pegawai saat itu. Suasana baru sedikit mencair ketika di antara kurang lebih sepuluh personil Brimob tersebut terdapat pula aparat penegak hukum lainnya yang mengenakan rompi yang bertuliskan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Walaupun demikian, suasana tetap menegangkan, karena kehadiran para aparat penegak hukum ini (KPK) tidak disangka-sangka sebelumnya oleh para karyawan.

“Kami tidak menyangka sama sekali KPK akan datang! Tidak ada pengumuman atau pemberitahuan sebelumnya!”, ungkap beberapa karyawan.

Kehadiran KPK di Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Propinsi NTT terkait dengan penyelidikan kasus tindak pidana korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) tahun 2007. Kasus korupsi ini melibatkan Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome, yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Bidang PLS. Status orang nomor satu di Kabupaten Sabu Raijua telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, setelah sekian lama terkatung-katung di Kejaksaan Tinggi NTT.

Menurut Juru Bicara KPK, Johan Budi, dalam pengelolaan dana PLS ditemukan penyaluran dana yang tidak sesuai peruntukkannya yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 77 miliar (Pos Kupang).

Penetapan status tersangka kepada Marthen oleh KPK ini menjadi sorotan tersendiri bagi masyarakat NTT pada umumnya, mengingat NTT adalah salah satu Propinsi yang belum pernah dijamah oleh KPK sebelumnya. Dari sekian banyak kasus korupsi di Indonesia yang ditangani, dan sekian banyak tersangka koruptor yang ditetapkan oleh KPK, belum ada satupun kasus korupsi di NTT yang ditangani oleh KPK. Begitu pula dengan belum adanya satu pun tersangka koruptor di NTT yang ditetapkan oleh KPK.

Memang telah banyak tersangka kasus korupsi yang sudah ditangani oleh pihak Kepolisian dan Kejaksaan dan dijebloskan ke dalam penjara, tapi tingkat kepuasan masyarakat belum sepenuhnya terobati jika bukan KPK yang menanganinya langsung. Mengingat pula pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi ini memang untuk memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya.

“Para koruptor seharusnya digilas sendiri oleh KPK!”, demikian harapan masyarakat NTT.

Saat ini masyarakat NTT mulai melihat titik terang pemberantasan korupsi di NTT, walaupun masih banyak kasus yang diduga menyelewengkan uang negara ini belum sepenuhnya tersentuh oleh KPK. “Bola pertama” telah dijemput KPK, dan kiranya KPK akan terus menjemput “bola-bola” berikutnya yang masih bebas “menggelinding” di tanah Flobamora (Flores, Sumba, Timor, Alor) baik di tingkat propinsi maupun di tingkat kabupaten/kota.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline