Lihat ke Halaman Asli

Pieter Sanga Lewar

Pasfoto resmi

Burung Tekukur yang Ajaib

Diperbarui: 5 Januari 2021   10:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

fappin.com

 (Cerita Rakyat Flores Timur)

 Pieter Sanga Lewar

Dahulu kala di sebuah riang (dusun kecil), hiduplah dua anak laki-laki bersaudara kandung. Mereka adalah Nara (yang sulung) dan Nuba (yang bungsu). Umur mereka masih sangat muda. 

Saat itu Nara berusia 15 tahun dan Nuba berusia 10 tahun. Orang tua mereka telah meninggal dunia; ibunya  meninggal dunia saat melahirkan Nuba dan ayahnya menyusul 5 tahun kemudian. Jadilah Nara dan Nuba anak yatim piatu. 

Mereka tinggal di rumah yang sederhana, layaknya sebuah gubuk. Dindingnya terbuat dari ayaman bambu hutan. Atapnya terbuat dari alang-alang yang diikat. Lantainya hanya tanah kering yang berdebu. Tidak ada pembagian ruang yang jelas. 

Tempat tidur dari bale-bale terletak di suatu sudut rumah dan di sudut yang lain ada tungku masak yang tersusun dari tiga batu. Ruangan yang seluas 4 x 4 meter itu dan dibagi-bagi dalam beberapa bagian tanpa sekat itu terasa sudah cukup untuk hidup mereka berdua.

Pada suatu pagi Nara dan Nuba pergi ke hutan untuk memotong bambu. Mereka ingin memperbaiki bagian rumah yang rusak. Ketika Nara sedang memotong bambu, terlihatlah Nuba seekor burung tekukur terbang dan hinggap di atas pohon bambu yang lain. Tubuh burung itu berukuran sedang (30 cm). Warnanya coklat kemerahjambuan. 

Ekor burung itu tampak panjang. Bulu ekor terluar dengan tepi putih tebal. Bulu sayap lebih gelap dibanding tubuh. Ada bercak-bercak hitam putih khas pada leher. Iris jingga, paruh hitam, kaki merah. Hidup dekat dengan manusia. Mencari makan di permukaan tanah. Sering duduk berpasangan di tempat terbuka. Bila terganggu terbang rendah di permukaan tanah, dengan kepakan sayap pelan.

Agak lama Nuba memperhatikan burung tekukur itu. Sesekali burung itu meloncat dari ranting bambu ke ranting yang lain. Tiba-tiba burung itu berbunyi dan mengeluarkan suara.

"Tekukur....kur....., tekukur....kur....., tekukur...kur! Bawalah aku, aku akan bertelur jadi padi."

Nuba tersentak mendengar bunyi dan suara burung itu. Ia belum percaya apa yang didengarnya. Ia mencoba memasang telinga kembali, kalau-kalau burung itu berbunyi dan bersuara lagi. Ia semakin penasaran. Ia ingin memastikan bahwa pendengarannya tadi benar dan bukan halusinasi. Tak lama berselang, burung itu pun berbunyi lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline