Lihat ke Halaman Asli

Piere Barutu

TERVERIFIKASI

Citizen Journalism

Jakarta di Mata Pedagang Rantau

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13401158021910776383

Kota Jakarta gedungnya megah kalau orang yang pulang mudik pasti bawa duit banyak, gadis kampung bisa berubah menjadi seperti model dan artis di televisi kalau sudah kerja di sana, membuat kedua teman saya tukang soto dan sate tidak dapat menahan mata, hati yang tergoda untuk ikutan menjadi genit.

Banyak orang di daerah ingin mengunjungi Jakarta untuk melihat Monas dan segala kemegahan Ibukota, begitu Cak Aconk panggilannya, semenjak sekolah setingkat SMP dia acap kali berkunjung ke rumah saudaranya di kebayoran baru, kemudian memantapkan diri menetap pada tahun 1987 dan berjualan sate ayam di bilangan Fatmawati Jakarta selatan, tahun berikutnya pindah ke Kelapa Gading Jakarta utara.

Mengipas sate menggunakan arang dari batok kelapa di kerjakannya, banyak artis dan pejabat sudah menjadi langganan, terhitung 2 orang mantan politisi kerap memesan satenya kadang mereka bersama keluarga, seringnya sih sendiri, larut malam baru datang makan bang, mungkin baru selesai rapat begitu laki - laki berpenampilan santai  ini menceritakan dengan bangga tentang para penikmat hasil sate racikannya.

[caption id="attachment_183583" align="aligncenter" width="442" caption="Cak Aconk sedang beraksi, photo oleh Piere Barutu"][/caption]

Menenteng kardus berisi sate yang telah dikerjakan bersama keluarga di Kebayoran setiap hari di lakoni bujangan ini ( pengakuannya ), naik bus kota jurusan Mayestik pasar Senen yang saat itutarifnya Rp 50 di lanjutkan ke Kelapa gading Rp 150, tidak ada hari libur apalagi sabtu dan minggu, justru hari itu ramainya para pembeli, ucap Cak Aconk.

Pengalaman paling pahit di awal berdagang saat kardus berisi ratusan tusuk sate ayam siap bakar, di copet orang di bus sekitar pasar baru Jakarta pusat dan baru di ketahui hilang saat hendak turun di pasar senen dari informasi orang di dalam bus, kardus satenya di bawa sekelompok orang yang mereka semuanya turun di Pasar baru, tanpa menunggu lama Cak Aconk segera berbalik ke sana dan menemukan kardusnya sudah berantakan di dekat taman pertokoan, disitulah dia menangis memandangi dagangannya yang telah berantakan.

Lain lagi Paijo kelahiran1969 sahabat saya yang bekerja di Restaurant Soto masakan Jawa timur karena di Tuban susah mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, bersama isteri datang ke Jakarta dengan dengan tekad bulat, menjadi pelayan, mencuci gelas serta piring bahu membahu bersama isteri, setiap hari jam 05.00 pagi sekarang ini tugasnya adalah menggodok ayam sepanci besar, memasak air dan lainnya. 13 tahun sudah udara Jakarta di tarik mereka menjadi nafas kehidupan dan hasilnya sebuah rumah telah berdiri untuk kedua anak di Tuban Jawa Timur.

[caption id="attachment_183585" align="aligncenter" width="410" caption="Artis yang telah merasakan soto olahan Paijo, Photo oleh Piere Barutu"]

1340118174344397373

[/caption]

Sedangkan Cak Aconk, tidak lagi naik bus kini motor sudah menjadi sarana transportasi, menurutnya Jakarta dulu naik bus ditempuh 1 jam  sekarang naik motor bukannya tambah cepat malah bisa lebih dari satu jam perjalanan, karena padatnya jalanan Cak Aconk lebih memilih menutup usahanya diatas jam 23.00, suipaya lancar bang, katanya.

Pilihan, harapan mereka dan saya untuk Jakarta yang pasti walau kami berbeda – beda tetapi satu harapan yang sama Jakarta dapat menjadi tempat yang damai serta sejahtera penduduknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline