Awal pertemuanku dengannya secara tak sengaja. Hari itu aku bangun kesiangan karena menyelesaikan tugas mata kuliah. Wahh..telat nih pikirku, secepat kilat aku mandi setelah rapi, langsung kusambar tas yang tergeletak di tempat tidur. Dengan terengah-engah aku berlari ke jalan raya, di mulut gang aku menunggu angkot yang lewat. Di kejauhan samar-samar kulihat asap knalpot mengepul, itu pasti angkotnya gumamku. Suara rem yang berdecit-decit, menghentikan laju angkot tersebut. Tempat duduk belakang penuh, kulihat didekat pak sopir sudah ada dua penumpang. Waduh gimana nih pikirku. “Kampus ya, Mas?”, tanya kondektur. “Iya, tapi tempat duduknya nggak ada yang kosong”, ujarku. “Nggak apa-apa didepan aja!” teriak Pak sopir sambil mengelap keringat di wajah dengan handuk kecil yang sudah mulai kumal dan setengah sobek. “Ya udahlah dari pada telat”. Dengan sangat terpaksa aku duduk didepan berhimpit dengan penumpang lainnya. Perjalanan ke kampus terasa lamban. Suara mesin mobil yang menderu terasa bising memekakkan telinga. “Kampus..kampus..!” teriak kondektur. “Kiri….Paaak…”! Kusodorkan dua lembar uang seribuan, yang sudah kumal. “Mas, kurang nih…!” “Biasanya emang segitu”. “Tarifnya sekarang udah tiga ribu”, lanjut kondektur dengan suara meninggi. “Mahal amat”, teriakku sambil tanganku menyodorokan uang seribuan. Kulirik jam tangan, waduuhh udah jam 9 lewat nih, gumamku. Bergegas aku menuju kampus yang jaraknya 50 meter dari jalan raya. Saking buru-burunya aku nabrak pompa hydrant yang ada di pinggir trotoar, sambil meringis kesakitan kupungut satu persatu lembaran tugas yang berserakan. Di seberang trotoar terdengar suara cekikikan, “Owalahh orang jatuh koq diketawain…”, terdengar suara merdu. Lantas aku menoleh ke arah suara tersebut. Sepersekian detik jantungku serasa berhenti berdetak ketika kulihat seorang gadis cantik, berlesung pipit, tinggi semampai, wajahnya yang rupawan dengan senyumnya yang menawan dan rambut hitam yang tergerai, sudah berdiri di sampingku. Sambil tersenyum dia berkata : “Aku bantu ya, Mas..!” “He’eehh..” jawabku gugup sembari tanganku memunguti lembaran tugas yang masih tersisa di trotoar. Lantas aku berdiri, kukibas-kibaskan debu yang menempel di pakaianku. “Koq bisa jatuh Mas, kenapa..”? tanyanya dengan suara yang lembut. “Kesandung!”, jawabku sekenanya. Seketika hembusan angin yang lembut menerpa, tercium aroma wangi yang keluar dari tubuhnya. “Makanya hati-hati, Mas..”! ujarnya sembari menoleh ke tempat lain karena jengah melihat tatapanku. Aku diam saja karena masih terpesona aura kecantikannya. “Eh ma’af, mau ke kampus ya?”, tanyaku “Iya..” jawabnya sembari meletakkan tas di bahu kirinya. “Bareng yuk..!” pintaku. Ia pun mengangguk pelan. “Kenalkan nama saya Egi, Mbak siapa…”? “Panggil aja Qirana”. “Nama kamu cantik..secantik orangnya..hemm..”! “Ahh..Mas bisa aja”, ujarnya sambil tersenyum. Beberapa saat kami terdiam sembari menikmati hembusan angin yang menerpa pucuk dedaunan pohon akasia yang berjejer di sepanjang boulevard. Tak terasa langkah sudah sampai di pelataran kampus. “Mas Egi, aku duluan, ya..”! “Ok, Trima kasih dah nolongin..” ujarku. “Iya, Mas, Sama-sama”. Kulihat bayangannya sudah menghilang masuk ke salah satu ruangan.Setengah berlari sambil menahan rasa sakit aku menuju ruang kuliah yang terletak di lantai dua. Kulihat dari kaca jendela ruangan, si mister killer sedang menjelaskan materi kuliah. “Tok…tok…tok’..kuketuk pintu kelas. “Yak, silahkan masuk”, ujar Mister killer dari dalam. “Telat lagi ya...”? tanya Dosenku seraya pasang muka masam. “Ma’af Pak…” ujarku sembari menyerahkan tugas yang kugarap semalam. “Ya udah, duduk sana…”! “Trima kasih pak”.. Aku menuju kursi kosong yang terletak paling belakang. Jam kuliah bubar, aku segera menuju kantin bersama temenku Aji. Suasana kantin ramai banget, maklum jam makan siang, akhirnya kami duduk di pojok. “Kenapa gi, koq senyum-senyum melulu…”? tanya aji. “Hehehe…tadi aku ketemu cewek, cantik banget…”, “Dimana, kuburan…”?, tanya Aji sambil cekikikan. “Enak aja, emangnya kuntilanak”, jawabku sewot. “Habis kamunya, jarang-jarang muji cewek, kalo nggak benar-benar cantik…” “Ya, iyalah, yang ini cantik banget.”, ujarku sambil mencomot sepotong tempe. Setelah menghabiskan makanan yang kami pesan. Akhirnya kami cabut dari kantin itu. *** By Senja kaki bukit Bersambung lagi....:-)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H