Tahun 2019 seharusnya menjadi tahun kejayaan Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering, IPO) perusahaan startup IT unggulan. Namun, kinerja harga saham IPO startup IT secara rata-rata sangat mengecewakan.
Misalnya Uber, Lyft, dan Slack, tiga perusahaan startup IT yang IPO di 2019 dan mempunyai kapitalisasi terbesar masing-masing: US$82,4Miliar, US$24,0 Miliar, dan US$15,7 Miliar. Saat IPO, harga saham Uber, Lyft, dan Slack masing-masing adalah US$45, US$72, dan US$26 per lembar. Per akhir November, harga saham Uber, Lyft, dan Slack telah turun ke US$29,6, US$49, dan US$23, atau masing-masing terkoreksi 34, 32, dan 12 persen.
Peritiswa paling ekstrim adalah kegagalan IPO WeWork (perusahaan coworking space) dan ditundanya IPO Postmates (perusahaan on-demand delivery).
Salah satu startup IT yang kinerjanya sangat luar biasa adalah Zoom, yang IPO pada harga US$36 (18-April). Pada hari pertama, harga saham Zoom ditutup naik 72% ke US$62. Saat ini, harga saham Zoom berada di US$74,5, kenaikan 107% dari saat IPO.
Penyebab utama perbedaan kinerja harga saham Zoom dengan perusahaan startup IT lain adalah: Zoom menghasilkan laba sebesar US$7,5 juta dari pendapatan US$330 per tahun per Januari 2019. Sedangkan perusahaan startup IT lain masih rugi sangat besar. Misal, Uber dan Lyft di tahun 2018 masing-masing mengalami kerugian US$1,8 Miliar dan US$0,9 miliar.
Secara keseluruhan, stagnasi dan kejatuhan harga saham-saham IPO startup IT sangat kontras dengan kinerja Indeks S&P500 tahun berjalan yang naik sekitar 25% dan terus menembus titik tertinggi baru. Bahkan diantara semua indeks subsektor S&P 500, indeks subsektor teknologi kinerjanya tertinggi yaitu naik 42%.
Fakta ini membuktikan bahwa koreksi harga saham IPO startup IT seperti Uber, Lyft, dan Slack merupakan fenomena unik masing-masing saham dari pada akibat risiko sistemik pasar.
Tiga faktor menjadi pemicu kejatuhan harga saham startup IT seperti Uber, Lyft, Slack, kegagalan IPO WeWork, dan ditundanya IPO Postmates.
Pertama, valuasi perusahaan startup IT yang sangat mahal sebelum IPO. Valuasi mahal ini diperoleh bukan berdasarkan kinerja perusahaan yang bagus. Valuasi tersebut lebih dikarenakan dukungan modal oleh venture capital (VC). Ada kencederungan VC secara sistematis melakukan beberapa seri transaksi untuk menaikkan nilai valuasi.
Ini terlihat pada lonjakan valuasi Uber dan WeWork yang pada puncaknya mencapai valuasi US$76 miliar dan US$47 miliar tanpa bukti perbaikan kinerja keuangan. Bahkan lonjakan valuasi sejalan dengan kenaikan rugi yang dialami kedua perusahaan tersebut.
Sebagai perusahaan merugi, Uber memiliki valuasi yang lebih tinggi daripada perusahaan produser mobil atau penerbangan yang untung seperti GM, Ford, American Airline, dan Lufthansa. Aset Uber hanya sebuah aplikasi yang sangat mudah direplikasi, sehingga banyak perusahaan sejenis berdiri dengan cepat menjadi pesaing baru Uber. Bahkan Uber terpaksa menyerah di pasar Asia Tenggara, China, dan Rusia.