Lihat ke Halaman Asli

Siswa Rizali

Komite State-owned Enterprise

Saham/IHSG; Fail Rally?

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1298599103680718300

Dalam catatan "Koreksi IHSG, Saatnya "Buy on Dip"???" (24 Januari 2011) disinggung mengenai "fail rally" sebagai "kegagalan pemulihan untuk mencapai titik tinggi baru". "Fail Rally" dikarenakan daya beli investor ritel yang melakukan "buy on dip" kalah kuat dengan daya jual "investor besar/institusional secara hati-hati akan memanfaatkan pemulihan untuk mengurangi posisi saham".

"Fail rally" adalah kondisi dimana setelah mencapai suatu titik tertinggi baru (lingkaran biru di Grafik 1) pada November 2010 (di 3757), rally lanjutan sangat terbatas (3786 di 9 Desember 2010, dan 3784 pada 5 Januari 2011). Sebaliknya, koreksi tajam membentuk titik rendah baru. Hal ini terjadi berulang kali sehingga IHSG dari waktu ke waktu semakin rendah (lingkaran merah di Grafik 1).

Grafik 1. IHSG Desember 2010 - Februari 2011

Meskipun pada pertengahan Februari terjadi pemulihan yang meyakinkan, titik tingginya tetap pada wilayah rendah menandakan lanjutan konsolidasi. Inilah titik belok (inflection point). Tinggal menunggu apakah koreksi lanjutan akan membentuk titik rendah baru. Atau sebaliknya, rally pemulihan yang sebenarnya.

Ciri lain yang juga menarik adalah saham-saham berkapitalisasi besar yang menjadi leader pada periode rally 2009-2010 sudah mencapai titik tertinggi (topping) dan menurun pada periode Oktober-November sedangkan IHSG tetap membentuk titik tinggi baru pada November, Desember, dan Januari.

Contoh-contoh saham unggulan berkapitalisasi besar yang konsisten turun sejak Oktober- November adalah (tanggal puncak harga - topping ): ASII (4Okt), BBCA (3Nov), BMRI (22Nov), UNVR (25Jun atau 13Okt), GGRM (6Okt), INTP (17Sept), BDMN (28Okt), dan SMGR (4Okt).

Sementara harga saham-saham unggulan pemimpin rally (Sang Jendral/Panglima) 2009-2010 diatas mulai turun, muncul saham-saham kecil (Komandan dan Prajurit) yang mencoba mengambil alih pimpinan rally. Misalnya: BBNI, BNII, BNGA, BTPN, KLBF, BYAN, BUMI, LPKR, HEXA, dan sejenisnya. (BBNI dan KLBF sendiri merupakan saham pilihan penulis, lihat Bisnis Indonesia "Skenario Bullish Pada Masa Bearish" 9 September 2008). Namun sifat komandan kecil dan prajurit umumnya ya sama: tidak punya visi, misi, dan strategi yang jelas sehingga tidak bertahan lama.

Kinerja bagus saham-saham berkapitalisasi kecil pada periode Sept - Des 2010 terlihat dari membesarnya senjang kinerja IHSG dengan LQ45 (saham pilihan yang berkapitalisasi lebih besar dan likuid). Pada akhir periode 2009, kenaikan IHSG 87% sedangkan LQ45 sebesar 84%, sehingga selisih kinerja IHSG dengan LQ45 hanya sekitar 3%. Pada periode Jan - Jul 2010, selisih kinerja tahun berjalan antara IHSG dengan LQ45 hanya berkisar 0.6% sampai 2.7%. Memasuki Agustus, selisih kinerja IHSG dengan LQ45 naik menjadi 4.9% dan terus membesar mencapai 13.4% pada akhir Desember 2010.

Selisih kinerja luar biasa IHSG terhadap LQ45 ini sangat aneh dibandingkan selisih kinerja yang sama pada periode rally besar 2003-2010 yang berkisar  -2.3% sampai 4.3%. Ini menandakan bahwa periode Agustus - Desember 2010 gerakan IHSG didominasi oleh saham-saham berkapitalisasi kecil dan kurang likuid.

 

Kinerja luar biasa saham-saham berkapitalisasi kecil pada periode Agustus-Desember 2010 ini kemungkinan dipicu kebijakan ekspansi moneter Amerika yang dikenal dengan istilah Quantitative Easing putaran kedua (QE2). Dan seperti biasa, banjir likuiditas mendorong orang bersikap lebih spekulatif mengejar return, bahkan dengan mengabaikan aspek fundamental dan resiko.

 

Efek luar biasa QE2 juga terjadi di bursa obligasi, dimana Indeks Harga Obligasi HSBC naik sebesar 6.8% dalam periode 1Sept - 14Okt 2010. Kenaikan ini dipicu rally luar biasa di obligasi bertenor di atas 10 tahun. Pada periode tersebut obligasi bertenor 10-tahun dan 20-tahun harganya naik masing-masing 83% dan 14.4%. Yield obligasi pemerintah bertenor 10-tahun sempat mencapai 7% (14Oktober), terendah dalam sejarah obligasi Indonesia (obligasi pemerintah mulai terbit tahun 2000. Titik terendah sebelumnya adalah di masa bullish 2003-2007 yaitu 8.7% pada 5Jun2007,saat terjadi bullish secara global untuk semua jenis aset).

 

Saat ini sepertinya efek QE2 sudah mereda. Sehingga setiap berita negatif direspon berlebihan. Bahkan berita positif pun bisa direspon negatif (when good news is bad news). Misalnya, ketika terjadi rally luar biasa di bursa negara maju (Amerika, Eropa, dan Jepang) ada kekhawatiran akan terjadi arus balik modal dari negara emerging market ke negara maju. Demikian juga dengan nilai tukar, penguatan yang signifikan di rupiah (Rp 8855 per US$ pada 23 Feb, hampir menyamai penguatan rupiah pada Mei 2006 dan Mei 2007) ternyata tidak direspon signifikan oleh saham dan obligasi. Padahal untuk obligasi, kepemilikan asing kembali mencapai titik tinggi baru Rp 199.8 Triliun per 22 Februari. Sedangkan saham unggulan seperti ASII, BBCA, BMRI, UNVR, UNTR, GGRM, INTP, dan SMGR, sempat mengalami pemulihan antara 10% sampai 15% dibandingkan dengan titik rendah Januari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline