Lihat ke Halaman Asli

Piccolo

Orang biasa

Warisan Nurli dan Keajaiban Harika

Diperbarui: 4 Oktober 2020   00:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dan Harika masih sibuk dengan rak-rak buku yang memajang jejeran buku-buku entah terbitan kapan. Jari-jarinya berjalan seiringan dengan arah pandang matanya. Bukan untuk mencari buku tertentu, dia hanya mencari buku yang dipilih nuraninya untuk dibaca. Suasana perpustakaan jaman sekarang ini memang tidaklah bisa disamakan dengan jaman sekolahnya dulu. Masyarakat sekarang jelas lebih senang membaca Ebook yang tak harus memenuhi tas mereka.

Perpustakaan itu masih seperti dulu. Dengan Pak Har sebagai admin di perpustakaan itu. Sudah sejak Harika masih bersekolah di sana, perpustakaan sekolahnya itu terdaftar sebagai perpustakaan umum di pinggiran kota Sumatera Utara. Banyak masyarakat umum atau mahasiswa yang berkunjung ke sana.

"Harika, kapan kau pulang, Nak?" Sapaan hangat Pak Har membuat Harika tersenyum.

"Baru tiga hari yang lalu, Pak. Harika bawakan ini untuk Bapak." Harika menyodorkan bungkusan kecil berisi blankon dan wayang kulit yang dia beli waktu berkunjung ke Jogja.

"Kau masih saja ingat, Bapak." Sambut haru Pak Har.

"Sama seperti Bapak yang masih ingat Harika."

Tak banyak orang-orang yang masih bertahan dengan hal-hal konservatif seperti buku. Berkembangnya zaman, jelas membawa pergeseran kebiasaan. Pak Har dan Harika, mungkin mereka hanya sebagian kecil dari mereka yang masih setia dengan buku, bukan media baca lain.

"Ada titipan untukmu, Nak." Pak Har memberikan amplop putih pada Harika sebelum dia pulang.

Tak ada nama atau tulisan apa pun di amplop itu. Tanpa rasa ingin tahu yang dalam, Harika menyelipkan amplop itu ke dalam buku yang baru dipinjamnya. Tak ada yang berubah. Juga kebiasaannya setiap kali pulang ke kota itu.

"Harika, apa yang baru saja kau ceritakan pada Tuhanmu?" Suara Romo Bono memecah keheningan Gereja kecil itu.

"Hanya menyampaikan rinduku padaNYA, Romo. Dan permohonan maafku karena sudah mengecewakanNYA." Harika bangkit dari sujudnya. Dia duduk di kursi, tepat di depan Altar bersama Romo kesayangannya itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline