Lihat ke Halaman Asli

Piccolo

Orang biasa

Puisi | Menunggu Mati

Diperbarui: 20 Mei 2020   23:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku kehilangan aksara
Barisan kata membisu, gerak membatu
Jarak merenggang, memisahkan aku dan kau, kita dan mereka
Menatap lewat layar, menyentuh lewat udara
Temu kian langka bagi kaum bodoh
Kematian makin dekat bagi kaum egois
Miskin kian melarat, kaya kian serakah
Makan rasanya begitu berkah, liburan rasanya begitu di damba
Sebagian menahan lapar, sebagian menimbun pangan
Sebagian memanen kepicikan, sebagian terancam mati kelaparan
Jurang kian memisahkan, jurang kian dalam
Tangan-tangan tak bersentuhan
Hati nurani mulai dimakamkan
Sebagian sibuk kampanye new normal, sebagian sibuk untuk sekedar bertahan hidup
Sebagian sibuk berkata kita bisa, sebagian sibuk menunjukkan kebodohan
Ini bumiku yang baru
Ketika kenal menjadi asing
Mimpi anak-anak digadaikan
Sekolah diliburkan, provider dikayakan
Perut-perut dikosongkan dan diisi beras berkutu
Mari saling tatap,
Kelak ketika kau sudah puas menjadi perpanjangan rantai, bertindak seolah kau bisa beli nyawa baru setelah kau beli baju barumu
Berbaringlah, dan tuai apa yang sudah ditabur
Menunggu satu per satu mata terpejam
Lalu saksikan, siapa yang bertahan sampai akhir
Bahkan yang terakhir,
Bertahan untuk menggali lubang sendiri setelah semua pergi lebih dulu




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline