Lihat ke Halaman Asli

Pical Gadi

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Puisi: Kopi Gula Aren

Diperbarui: 5 Januari 2025   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar oleh TRANG NGUYEN dari pixabay.com

Yang ada tinggal kopi gula aren, sahut wanita tua itu.
Dia berusaha tetap berwajah hangat
walau gurat-gurat perkelahian dengan kehidupan
terukir jelas di sana.
Kopi-kopi yang lain sudah habis, sahutnya lagi
berakhir di perut-perut pemburu kopi yang lain.

Aku mengiyakan
transaksi pun terjadi.
Isi saset meluncur ke dalam cangkir
air mendidih meluncur ke dalam cangkir
dan denting sendok beradu dengan bibir cangkir
terdengar berkali-kali
sebelum secangkir kopi gula aren tersaji di depanku.

Asapnya mengepul
seolah memanggil raga-raga yang penat
untuk singgah sebentar saja
membenamkan diri dalam kenikmatannya.

Aku pun setuju.
Perjalanan masih jauh
jadi mumpung bus yang kami tumpangi sedang menepi
secangkir kopi gula aren bisa jadi pilihan yang tepat saat ini.

Seharusnya kehidupan kita juga seperti itu.
Jalan hidup selalu ada di sana
setia menunggu untuk ditapaki para peziarah.
Jadi sesekali kita-lah yang harus mengambil jeda
menikmati kopi gula aren
yang sesuai
untuk jiwa kita masing-masing.

---

raha, 5 januari 2025

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline