Di bawah purnama dan sisa-sisa gerimis
Sinterklas berjalan pelan-pelan menyusuri tepian kota.
Pundaknya dipenuhi karung-karung
berisi aneka macam hadiah untuk bocah-bocah yang tengah terlelap.
Sayangnya
langkahnya tersentak-sentak
napasnya tersengal-sengal
dan keringat membanjiri kening serta hidungnya yang besar.
Malam ini
tidak ada orang tua yang mau menerima
hadiah-hadiah itu,
takut harus membayar PPN 12%, kata mereka.
Padahal Sinterklas sudah jelas-jelas
memberi disclaimer di kertas kado
kalau hadiah-hadiah itu bebas PPN.
Ditambah lagi Rudolf dan kawanannya
sedang sakit demam rusa terbang,
sehingga malam ini tidak bisa membantunya
terbang lintas benua dalam hitungan jam seperti biasanya.
Sinterklas terkejut.
Lampu jalanan, kursi taman yang dicat abu-abu,
tong sampah setengah penuh, barisan pohon ketapang cendana,
dia sudah melewati tempat ini tadi,
sepertinya dia hanya berjalan berputar-putar saja selama ini.
Dia pun menghempaskan karung-karung hadiah dan pantatnya
ke atas kursi taman
lalu melihat sekali lagi aplikasi maps di layar gawainya.
Semakin dicermati, dia terlihat semakin bingung.
Dia pun menangis tersedu-sedu.
sendirian
di ujung malam yang sepi.
Kasihan.
Sepertinya sesekali
kita-lah yang harus memberi hadiah
dan membuatnya gembira.
---