Marni baru saja selesai menghias bibirnya dengan gincu merah delima ketika tiba-tiba hujan jatuh dengan deras. Marni terkejut. Gadis manis berusia 25 tahun itu langsung kepikiran bagaimana nasib kencan mereka sore ini. Waktu di layar gawai menunjukkan pukul 4 lebih 50 menit. Masih kurang 10 menit dari waktu janjiannya dengan Boy, sang kekasih hati.
Sebagai sesama pekerja, mereka memang jarang punya waktu buat berduaan dengan puas. Paling saat tanggal merah atau hari Minggu seperti ini. Rencananya tepat jam 5 sore, Boy akan menjemputnya di indekost lalu mereka berdua pergi ke bioskop untuk menonton film romantis yang belum lama rilis.
Marni pun mengambil gawainya lalu menghubungi nomor WhatsApp Boy. Teleponnya tersambung tapi setelah menunggu sejenak dua jenak, panggilan itu tidak dijawab-jawab.
"Kayaknya Mas Boy kehujanan di tengah jalan," gumam Marni sembari mengintip suasana di luar dari balik jendela kamar. Tirai hujan semakin rapat. Padahal tadi cuaca di luar cerah-cerah saja rasanya. Dia menelepon sekali lagi, tapi tetap tidak ada jawaban dari Boy.
Sambil menunggu dengan gelisah, Marni kembali mematut dirinya di depan cermin. Rambut lurus sebahunya dikuncir ke belakang, membuatnya terlihat beberapa tahun lebih muda.
Lagu koplo yang menghentak-hentak tiba-tiba terdengar memenuhi ruangan kamar. Itu nada dering dari gawainya. Nama Mas Boy Sayang muncul di layar gawai. Marni segera menjawab panggilan itu.
"Mas Boy, bagaimana dong? Jadi gak nontonnya nih? Hujan deras di sini!" berondong Marni dengan nada manja campur panik. "Mas Boy di mana sekarang?" tanyanya lagi.
"Ayang Beb, aku terpaksa berteduh di halte nih. Tapi sudah terlanjur basah kuyup," terdengar jawaban Boy dari seberang sana dengan suara latar deru mesin mobil, motor dan klakson yang bersahut-sahutan.
"Mas Boy tidak bawa mantel hujan ya?"
"Tidak, Marni Sayang, manisku, cintaku. Tadi kan cuacanya cerah. Nah, pas hujan turun tadi aku masih di lampu merah, jadi ya, begini. Basah sampai dalam-dalam."