Lihat ke Halaman Asli

Pical Gadi

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Cerpen: Nasi Kuning Terakhir (2)

Diperbarui: 22 November 2022   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasi kuning Makassar. Gambar dari travel.kompas.com

Cerita Sebelumnya di sini

---

Matahari masih mengintip malu-malu, saat Elon melajukan mobilnya menelusuri jalanan kota yang masih lengang. Biasanya kedai nasi kuning Opa Hans baru buka jam 6 pagi. Tapi karena jaraknya masih cukup jauh dari rumah, Elon harus bergegas lebih awal. Nasi kuning Opa Hans juga selalu ramai oleh pembeli. Dia tidak ingin terlalu lama mengantre karena tiba kesiangan.

Prediksi Elon tidak meleset. Sesampainya di kedai waktu sudah menunjukkan pukul 6.10. Pembeli sudah mulai berdatangan, baik yang membungkus atau makan di tempat.

Aroma nasi kuning yang khas, santan berpadu dengan kunyit, padan dan sereh menguar tajam. Siapapun yang menghirup aroma itu, pasti langsung terbayang gurihnya nasi kuning di atas piring. Opa Hans menggunakan ruko yang tidak terlalu besar sebagai kedai nasi kuningnya. Di depan ruko ada gerobak saji, tempat melayani pesanan. Di situ sudah antre beberapa pembeli yang menunggui pesanannya diracik. Pembeli yang ingin makan di tempat bisa langsung masuk ke dalam ruko, di antara kursi dan meja yang tersedia di sana.

Elon buru-buru menghampiri gerobak saji nasi di depan ruko. Para pembeli dilayani oleh dua lelaki. Yang satu anak muda berusia 20-an tahun, sedangkan yang satu lagi terlihat sudah cukup tua, dari postur dan gurat wajahnya, juga rambut putih peraknya yang sudah menipis. Tapi walaupun sudah cukup berumur, tangannya masih terampil menyendok nasi kuning dan aneka lauk ke dalam piring-piring pembeli. Lelaki tua itu tidak lain adalah sosok Opa Hans yang masih setia melayani pembelinya.

Elon beruntung, begitu gilirannya tiba, Opa Hans langsung yang melayaninya. Opa Hans langsung tersenyum hangat sambil menanyakan pesanannya. Dia sudah kesulitan menghafal nama pelanggannya satu per satu, tapi wajah-wajah pelanggan tetap bisa diingatnya dengan mudah.

"Nasi campur komplit satu, Opa. Ng... ini yang pesan mamanya Hery ..."

Opa Hans terdiam sejenak lalu tertawa sambil menepuk bahu Elon. Seperti ada lampu di kepalanya yang tiba-tiba menyala sehingga wajahnya jadi lebih cerah.

"Saya ingat sekarang. Kamu cucunya, kan? Anaknya Melia?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline