Pada suatu waktu, saya adalah salah satu pelaku LDR (Long Distance Relationship) selama dua tahunan saat masa pacaran. Setelah menikah saya dan mantan pacar pun pernah melakoni hubungan jarak jauh beberapa tahun, karena dia didinaskan di luar kota oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Jika ditanya berat atau tidak melakoninya, jawabannya kadang berat kadang ringan. Intensitas hubungan jarak jauh, sebagaimana hubungan jarak dekat pun memiliki pasang surutnya sendiri. Tapi ada karakter khas pada LDR yang membuatnya harus pandai-pandai disiasati.
Relasi versus Rutinitas
Pada umumnya dua orang yang sedang melakoni hubungan jarak jauh akan intens menjaga hubungan dengan menggunakan semua platform komunikasi yang memungkinkan. Telepon, chat, video call dan lain-lain.
Setiap hari harus ada percakapan lewat telepon, harus ada pesan untuk si dia, harus ada laporan kondisi dan situasi hari tersebut. Apakah hari ini berjalan mulus atau menyedihkan? Apakah ada gosip terbaru? Bagaimana volume rasa rindu hari ini? Dan banyak lagi tema percakapan lainnya. Bahkan jumlah bintang di langit pun bisa jadi bahan obrolan yang asyik jika frekuensi hati sudah saling menala satu sama lain.
Ini untuk pasangan yang sedang hangat-hangatnya melakoni LDR mereka. Tapi bagaimana dengan mereka yang kurva LDR-nya sedang berada pada titik jenuh? Jangan-jangan segala kesibukan komunikasi tersebut tinggal jadi rutinitas saja dan sekadar untuk menunaikan kewajiban saja. Si dia ditelepon bukan lagi karena rasa rindu tapi karena takut si dia marah.
Jika sudah sampai pada tahap jenuh tersebut, distorsi atau gangguan sekecil apapun bisa jadi pemicu masalah besar di antara keduanya. Itu kalau kecil, bagaimana kalau gangguannya besar? Misalnya seperti yang saya alami pada masa pacaran dulu. Tempat tugas mantan istri berada di lokasi yang sinyal datanya seperti telur di ujung tanduk. Boro-boro mau video call, chat BBM saja (dulu BBM masih jaya-jayanya) delay-nya bikin nangis bombay. Kadang untuk menelepon pun sulit bukan main kalau kebetulan ada gangguan sinyal gara-gara cuaca buruk dan lain-lain.
Belum lagi masalah lain seperti ada orang ketiga di antara hubungan jarak jauh tersebut dan ternyata si cowok atau cewek merasa lebih nyaman dengan kehadiran orang ketiga ini. Wah, bisa tambah terancam masa depan hubungan tersebut.
Jadi dalam hubungan jarak jauh (bahkan dalam jarak dekat sekalipun) rasa cinta berbumbu rindu saja tidak cukup. Memang rasa ini dibutuhkan untuk menguatkan hubungan tersebut. Tapi seperti halnya emosi yang lain, cinta ini fluktuatif, bisa naik dan turun sesuai situasi dan kondisi. Jadi ingredient berikutnya yang tidak kalah penting dalam sebuah hubungan adalah Komitmen.
Pentingnya Komitmen
Komitmen membuat dua orang yang sedang menjalin hubungan bertanggung jawab satu sama lain untuk menjaga keutuhan hubungan tersebut.
Komposisi cinta dan komitmen membuat sebuah hubungan bisa menjadi lebih langgeng. Saat intensitas cinta sedang surut karena berbagai masalah, saat itulah komitmen memainkan peranannya. Komitmen mengambil peran lebih besar agar hubungan tersebut tetap terjaga. Bahkan komitmen pula yang membuat rasa cinta dapat kembali menguat.