Di bawah atap SPBU bocah 10 tahun memercayakan nasibnya pada bulir-bulir jeruk manis dalam keranjang.
Terik, karbonmonoksida dan kerasnya hidup
membuat wajah polosnya penuh kerutan
dan rok putihnya berwarna kelabu.
"Jeruknya, Om, Tante?" pintanya di antara antrian kendaraan.
Yang lebih sering menyahut adalah aroma bensin dan solar dari tangki yang terbuka.
Tapi dia tidak lelah mencoba
jeruk demi jeruk harus ditukar dengan masa kini
syukur-syukur ada yang tersisa untuk masa depan.
Tanpa mengucapkan dia meyakini
hidup pun punya titik nol yang harus diisi sesuatu agar terus bergerak
asa misalnya.
---
kota daeng, 4 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H