Saat ikut menjadi salah satu penulis di Kompasiana, sekitar 7 tahun lalu, produksi tulisan saya lebih didominasi tulisan non-fiksi. Tulisan fiksi seperti puisi, cerpen, cermin (saat itu sub kanal cermin masih eksis), hanya muncul sesekali saja.
Tapi seiring semakin menanjaknya usia saya bergabung di Kompasiana, proporsi tulisan fiksi dan non-fiksi mulai bergeser menjadi lebih berimbang. Malah belakangan, tulisan fiksi yang balik mendominasi. Tahun ini (sampai bulan September) misalnya, produksi tulisan fiksi berjumlah 105 tulisan dan tulisan non-fiksi berjumlah 69 tulisan.
Semakin ke sini saya pun merasa semakin nyaman mengakrabi dan menghasilkan tulisan-tulisan fiksi. Tidak bisa dipungkiri, walaupun tulisan di kanal fiksi minim pembaca dibanding kanal lain, saya merasa engagement di kanal ini cukup tinggi. Setiap usai menayangkan sebuah karya, saya sudah hafal siapa-siapa kompasianer yang bakal mampir untuk komentar atau memberi rating. Ibarat menggelar lapak jualan, kita sudah punya sejumlah pelanggan tetap. Jadi sekalipun pun minim pembeli, lapak kita tidak pernah sepi.
Ngomong-ngomong soal fiksianer (kompasianer yang meramaikan kanal fiksi dengan tulisan-tulisannya) saya jadi sedikit bernostalgia. Bagaimana tidak? Selama beberapa tahun saya jadi penikmat karya fiksianer-fiksianer hebat. Beberapa nama masih terlihat karya-karyanya sampai hari ini, beberapa yang lain sudah jarang muncul bahkan ada yang sudah berbulan-bulan karyanya tidak tayang di Kompasiana lagi.
Di antara para fiksianer hebat itu ada dua nama fiksianer wanita yang diam-diam karyanya selalu saya nantikan. Begitu karya mereka tayang, saya selalu meluangkan waktu menjadi pembaca pada kesempatan pertama.
Siapakah mereka?
Desol
Fiksianer yang lebih "senior" pasti kenal dengan nama ini. Desol adalah fiksianer spesialis cerpen. Karya-karyanya mudah dikenali: kelam, melankolis, getir, kadang beraroma kematian, kadang berdarah-darah dan selalu penuh kejutan. Hebatnya semua itu selalu disajikan dengan indah dan diksi yang kuat, sehingga pembaca tidak ingin berpaling satu kata pun sebelum sampai pada akhir cerita.
Silakan disimak beberapa karya Desol berikut: Perempuan yang Memakan Bola Matanya Sendiri, Menagih Utang dan Dimakan Gerimis.
Setelah membaca beberapa contoh karyanya, pembaca yang masih asing dengan sosok Desol pasti paham apa yang saya maksudkan.