Lihat ke Halaman Asli

Pical Gadi

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

ILC Kembalilah ke Fitrah agar Tak Semakin Dibenci

Diperbarui: 19 Februari 2020   21:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karni Ilyas, host acara ILC. Gambar dari suara.com

Program ILC (Indonesia Lawyer Club) akhir-akhir ini jadi sorotan warganet. Acara yang mestinya bisa jadi sarana edukasi kepada masyarakat menjadi tak lebih dari acara debat kusir antar narasumber.

Akhirnya siang tadi hashtag #STOPAcaraILC menjadi trending topic di jagat twitter tanah air. Kemarin, hashtag #ILCPanggungProvokasi juga menjadi trending topic. Jika membuka satu per satu twit yang menyertakan kedua hashtag tersebut, terlihat banyak tanggapan negatif dari  warganet terkait acara besutan Karni Ilyas tersebut.

Apa yang terjadi? 

Saya sendiri sudah jarang menonton acara tersebut secara langsung di TV. Kecuali ada percakapan menarik, atau kebetulan cuplikan video part tertentu lewat di lini masa, saya langsung mencari video versi yang lebih lengkap di channel Youtube.

Saya menyimpulkan paling tidak ada tiga hal yang membuat sebagian warganet tidak menyukai program tersebut:

  • Ada orang-orang tertentu yang selalu hadir hampir di setiap episode, padahal topik yang sedang diangkat bukan topik yang menjadi ranah kepakaran orang tersebut. Akhirnya terkesan ILC menjadi "panggung tetap" orang-orang tersebut.
  • Karni Ilyas sebagai host acara seringkali kurang mampu mengarahkan lalu lintas pembicaraan, sehingga adu argumen menjadi liar sampai tidak jarang muncul kata-kata atau perilaku dari narasumber yang tidak etis untuk dipertontonkan di layar kaca. Memang setelah berdebat panas, di belakang panggung nanti para narasumber itu akan kembali saling berangkulan dan haha hihi lagi, seolah perdebatan mereka barusan hanyalah adegan yang harus dilakoni dalam satu babak sandiwara. Sementara itu di depan layar TV masing-masing, rakyat sudah terlanjur panas kuping dan otak mendengar mereka. Ini bukan cara yang baik untuk memberi edukasi hukum atau politik kepada masyarakat.
  • ILC menjadi acara yang berpihak, tidak senetral namanya. Ada kesan ILC menghindari topik-topik tertentu entah karena kurang seksi atau kurang sesuai dengan kepentingan pemilik program. Sebaliknya, topik apapun yang sedang diangkat, lalu lintas pembicaraan kemudian berkembang sehingga cenderung menyerang pemerintah. Tidak ada masalah jika media memiliki keberpihakan. Tidak masalah juga jika media tampil sebagai oposisi. Tapi jangan lantas menimbulkan kesan menjadi provokator dan makin menimbulkan gesekan dalam masyarakat. Inilah yang melatarbelakangi hashtag #ILCPanggungProvokasi yang menjadi trending topic kemarin.

Oleh karena itu saya berharap program ILC kembali dengan konsep dan format seperti pada awal acara ini lahir. Pada awal kehadirannya, ILC benar-benar menjadi tontonan segar terutama bagi masyarakat yang awam terhadap permasalahan hukum (dan politik). ILC kerap mengangkat kasus-kasus yang sedang hangat diperbincangkan tapi dengan perspektif yang proporsional, sehingga masyarakat memilki wawasan yang semakin luas terhadap suatu masalah.

Datuk Karni Ilyas bukan sosok kemarin sore dalam dunia jurnalis. Dengan segudang pengalaman, mestinya tidak sulit baginya untuk mengubah kembali format acara kembali ke fitrahnya, benar-benar menjadi Indonesia Lawyer Club.

Bisa dimulai dari kasus-kasus yang sedang hangat, namun mungkin kurang menguntungkan sebagai komoditi politik. Seperti misalnya kasus pembangunan gereja St. Joseph Karimun yang terkendala karena segelintir orang menggugat IMB gereja tersebut, kisruh rencana penyelenggaraan formula E di Monas, draft undang-undang Ketahanan Keluarga yang sebentar lagi masuk prolegnas dan lain-lain.

Masyarakat butuh banyak asupan informasi terkait peristiwa-peristiwa aktual yang mereka dengar atau alami. Tapi tidak banyak acara yang memberikan informasi berimbang sekaligus memberi edukasi kepada masyarakat. Dengan kembali ke fitrah, saya yakin ILC dapat mendekatkan kembali hati penonton-penonton yang tadinya menjauh. (PG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline