Lihat ke Halaman Asli

Pical Gadi

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Belajar dari Puisi Abadi Habibie untuk Ainun

Diperbarui: 12 September 2019   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi gambar dari keepo.me

Kepergian almarhum B.J Habibie kemarin malam (11/9) membuat memori saya kembali menjejak peristiwa serupa sembilan tahun silam. Saat itu yang berpulang adalah Bu Ainun, cinta sejati almarhum. 

Peristiwa bertahun lalu itu kembali segar di ingatan, karena saat itu terjadi kita semua melihat cinta yang megah telah terjadi. Kemegahan cinta itu melampaui sekat waktu dan dimensi yang dibuktikan puisi cinta abadi yang begitu sarat makna dengan bunga-bunga segar bertahun-tahun di atas pusara.

Sehingga kepergian almarhum membuat saya mengingat kembali puisi cinta tersebut, puisi yang ditulis untuk sang istri tercinta, puisi yang manis dan kelam.

Puisinya sederhana saja. Bukan puisi yang kaya metafora dan rima, atau puisi-puisi yang epik ala buah pena Chairil Anwar. Tetapi dalam kesederhanaan, kita bisa menangkap emosi yang begitu dalam sehingga ikut merasakan pedih dan getir karena seseorang yang dicintai telah berpulang.

Saya tuliskan kembali puisinya di sini.

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu. Karena aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.

Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada, aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan, kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku dan sekarang kembali tiada.
Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku, selamat jalan calon bidadari surgaku

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline