Pada tahun 2016 lalu, sejumlah Warga Negara Indonesia disandera oleh kelompok bersenjata Filipina, Abu Sayyaf. Pemerintah pun harus mengambil langkah taktis untuk membebaskan para WNI dalam keadaan selamat sampai ke tanah air. Kemudian diutuslah seorang Kivlan Zen, Perwira TNI (purnawirawan), mantan Kepala Staf Kostrad TNI untuk menjadi negosiator mewakili RI dalam perundingan dengan kelompok bersenjata tersebut. Hasil dari negosiasi tersebut cukup melegakan. Kelompok milisi Abu Sayyaf bersedia membebaskan para WNI tanpa meminta uang tebusan.
Menjadi negosiator pembebasan WNI tersebut hanya salah satu dari banyak kiprah Kivlan Zen untuk tanah air. Jika merujuk pada laman wikipedia, terlihat begitu banyak prestasi yang telah ditorehkan purnawirawan yang lahir di Kota Langsa, Aceh, 72 tahun yang lalu itu. Karirnya di dunia milter bisa dibilang mulus, terutama setelah bertugas di Timor Leste (dulu Timor Timur). Berbagai jabatan militer pernah diemban selama perjalanan karir kemiliterannya. Antara lain: Danmen Candra Dimuka Akmil, Kasdivif-1 Kostrad, Kasdam VII/Wirabuana, Pang Divif-2/Kostrad, Kaskostrad, Pati Mabes TNI-AD (Karya), Koorsahli Kasad dan lain-lain.
Lulusan S2 Social Development UI pada tahun 2002 ini juga ikut berjuang dalam penegakan kedaulatan NKRI di Irian Jaya antara tahun 1972-1983 dan menjadi pemimpin pasukan perdamaian Indonesia di Filipina pada tahun 1995-1996. Mungkin pengalaman terhadap medan dan kondisi sosial masyarakat Filipina ini yang ikut membuatnya menjadi negosiator seperti sudah dibahas di atas.
Sederet prestasi dan andil dalam membela kedaulatan NKRI inilah yang kemudian menjadi kontras dengan berita yang kita dengar beberapa hari terakhir ini. Kivlan Zen sebelumnya telah ditetapkan menjadi tersangka kasus makar dan ditengarai menjadi otak rencana pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu pemilik lembaga survei. Hal ini muncul ke permukaan setelah aparat kepolisian melakukan penyelidikan pada sejumlah pelaku kerusuhan 21-22 Mei lalu.
Kivlan Zen membela diri dengan mengatakan kesaksian IR alias Irfansyah, tersangka kepemilikan senjata api mengenai rencana pembunuhan yang berasal dari dirinya itu tidak benar. Kivlan Zen melalui kuasa hukumnya pun mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap dirinya dan perlindungan hukum kepada sejumlah menteri dan pejabat TNI.
Tapi di sisi lain, kita juga harus mengapresiasi kinerja Polri yang begitu intens dan hati-hati mengungkap orang-orang yang terlibat dalam kerusuhan 21-22 Mei lalu di Jakarta. Munculnya nama Kivlan Zen dan beberapa orang lainnya tentu dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Wiranto mengatakan sengaja menampilkan keterangan para saksi ke hadapan publik agar masyarakat tidak menganggap Polri merekayasa proses hukum tersebut. "Ini pengakuan dari berita acara pemeriksaan, testimoni yang disumpah. Bukan karangan kita," kata Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Proses hukum tentu masih akan terus berjalan. Polemik keterlibatan Kivlan Zen dalam kasus rencana pembunuhan terhadap para tokoh dan kasus makar yang disangkakan kepadanya seiring waktu akan terjawab. Kalaupun nanti terbukti Kivlan Zen memang bersalah, kita semestinya menganggapnya sebagai oknum dan tidak membiaskan penilaian kita dengan prestasi-prestasi yang membanggakan di masa lalu.
Sebagai manusia biasa, Kivlan Zen tidak bisa lepas dari khilaf dan kelalaian. Jadi menghubung-hubungkan status hukum dengan korps tempat yang bersangkutan dulu pernah mengabdikan diri sepenuh hati, bukanlah sebuah pemikiran yang bijak. Ini berlaku pula untuk beberapa mantan petinggi TNI-Polri yang juga terlibat dalam kasus ini, seperti Soenarko dan Sofyan Jacob.
Kita berharap, proses hukum selanjutnya berjalan secara transparan, jujur dan adil agar masyarakat bisa terus mengamati perkembangan kasusnya dari waktu ke waktu dan memberi apresiasi kepada lembaga penegakkan hukum tanah air. (PG)
--