Seiring perkembangan teknologi informasi, saat ini transaksi keuangan semakin mudah dilakukan. Pilihan pembayaran non tunai semakin banyak dan memudahkan, sehingga proses jual beli tanpa pertemuan fisik antara pembeli dan penjual sudah sangat lumrah terjadi. Tapi di sisi lain, kemudahan ini juga diikuti oleh kejahatan keuangan yang semakin variatif.
Referensi mengenai cara-cara transaksi keuangan yang aman sebenarnya sudah cukup mudah kita peroleh. Hanya ada saja orang yang kurang awas sehingga selalu saja ada orang yang korban.
Penipuan dengan foto struk ATM palsu contohnya. Kemungkinan ada orang yang menjadi korban karena pelaku kejahatan masih berani beraksi dengan modus yang sama.
Bulan lalu, adik saya yang tinggal di salah satu ibu kota kabupaten di Sulawesi Tenggara hampir menjadi korbannya. Dia belum lama menjadi agen pulsa telepon/data dan kadang-kadang menggunakan fitur promosi di linimasa facebook untuk menjaring pengguna jasa.
Suatu hari, promonya direspon oleh pengguna facebook yang lain. Chat antara mereka terjadi sampai deal, calon pembeli itu akan membeli pulsa sebesar 200 ribu rupiah. Adik saya pun mengirimkan nomor rekening untuk sarana transfer uang pembeliannya.
Tidak berapa lama kemudian, masuk lagi balasan dari calon pembeli untuk melakukan konfirmasi kalau uang pembelian pulsanya sudah dikirim via ATM ke rekening yang dimaksud, lengkap dengan bukti transfer berupa foto struk ATM.
Selang beberapa saat kemudian, masuk lagi chat dari orang lain yang ingin membeli pulsa sebesar 150 ribu rupiah. Chat yang sama terjadi dan tak lama kemudian, konfirmasi pengiriman uang pulsa via ATM pun masuk juga lengkap dengan foto struk ATM-nya.
Adik saya pun girang karena jualannya laris manis. Dia tidak banyak curiga lagi, karena nomor rekening serta nama pemilik rekening yang tertera pada struk sudah cocok. Untung saja sebelum mentransfer pulsa, dia masih sempat berpesan whatsapp ke istri saya (upline agen pulsanya) tentang pembelian pulsa tersebut. Beruntungnya lagi, istri saya juga sedang online sehingga langsung membalas whatsapp tersebut.
Istri saya mewanti-wanti adik agar hati-hati terhadap pembeli-pembeli seperti itu. Sebelum transfer pulsa pastikan uang pulsanya benar-benar sudah masuk ke rekening. Adik saya pun mengecek internet banking-nya dan ternyata saldo rekeningnya tidak bertambah. Istri saya pun menyuruh adik saya untuk menunda pengisian pulsa sampai uang pulsa benar-benar masuk ke rekening plus briefing tambahan.
Pembeli-pembeli itu ngotot minta segera diisi pulsa bahkan sampai mengancam akan mempolisikan adik saya. Adik saya pun membalas dengan briefing tambahan tadi. Inti balasannya, ayo sama-sama ke polisi nanti kita lihat siapa yang duluan masuk penjara. Ujung-ujungnya para pembeli yang ternyata penipu pun ngacir bahkan memblokir akun facebook adik saya.