Dengan goresan pena, aku menghadirkanmu pada kertas beraroma jasmin, di antara frase penuh sanjung yang enggan menuju jeda. Pada setiap liuk pena yang menorehkan kata-kata asmara, kamu tersenyum seperti pagi yang tersenyum pada matahari karena tahu matahari membalas cintanya dengan tulus sampai uap embun terakhir. Pada ujung-ujung syair yang membersitkan harapan, kamu menatap hangat, seperti kapten yang menatap dermaga di ujung samudra tempat kapal akan dilabuhkan.
Lalu setelah surat cinta dibungkus rapi, aku tiupkan doa agar amplop merah hati yang membawa setengah hatiku sampai tepat ke tengah hatimu. Biar semua rasa yang ditumpahkan dalam kata, sampai dengan utuh dan menjelma kembali ke dalam rasa. Biar kamu tahu, Kekasih, tak satu pun malam yang dilewati tanpa menyebut namamu dalam doa-doaku. Tak satu pun pagi yang dilewati tanpa mengharapkan cahaya pertama yang aku pandang adalah senyumanmu.
Dengan goresan penamu, hadirkanlah diriku pada kertas beraroma jasmin, di antara frase penuh sanjung yang enggan menuju jeda. Pada setiap liuk pena yang menorehkan kata-kata asmara, panjatkanlah pinta pada Semesta. Katakan kita sedang merangkai dunia baru dari keping-keping aksara kita.
---
kota daeng, 2 Februari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H