Kaki telanjang menghempas tanah dingin
bulan purnama pucat bak mayat
tiada bintang atau kenangan bahagia
malam ini.
Di antara pinus raksasa aku berlari
dari ketakutan yang aneh
aku mengejar sisa napas
berlari ke tempat yang belum terpikirkan
sekaligus tempat yang sangat kukenal.
Angin malam melantunkan mantra
berbisik dekat telinga
lalu tubuhku menyusut seperti kapas
paru-paru menyesak
napas terasa makin jauh di depan.
Dari kejauhan suara kenangan memanggilku
tapi aku terlalu lelah untuk menoleh
atau membuka kelopak mata
entah sekarang terjadi
aku terus berlari
atau terjatuh
semakin
dalam.
---
kota daeng, 2 Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H