Lihat ke Halaman Asli

Pical Gadi

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Ahok dan Warga DKI seperti CEO dan Direksi Perusahaan

Diperbarui: 24 Februari 2017   17:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar dari detik.com (foto oleh: Bisma Alief)

Menarik menyimak tanggapan Ahok terhadap statement yang dikeluarkan Bawaslu DKI agar kedua Paslon Pilgub DKI mesti menahan diri untuk tidak berkampanye dulu. Ahok mengatakan tidak terlalu memikirkan kampanye lagi. Lebih baik bekerja mengurusi disposisi yang begitu banyak usai cuti kampanye Pilgub putaran pertama baru-baru ini.  

"Saya nggak tahu. Sekarang kalau kampanye bagaimana? Saya juga nggak pernah nyuruh orang. Sama aja kan, justru saya bilang kalau cuti lebih enak kampanye, keliling-keliling ke mana-mana. Sekarang nggak bisa, kerja, disposisi begitu banyak. Makanya dulu saya bilang kalau saya disuruh pilih, saya pilih kerja," tutur Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (24/2/2017) kemarin seperti dikutip portal detik.com.

Yang menarik adalah pernyataan berikutnya yang menganalogikan warga DKI seperti pemilik perusahaan yang akan memutuskan nasib salah satu pegawai menjelang akhir masa kontraknya. Setelah melihat kinerja selama satu periode ini, pemilik perusahaan akan menentukan apakah kontrak pegawai tersebut akan diperpanjang atau akan menggantinya dengan pegawai yang baru.

"Kalau buat saya, saya lebih baik pilih kerja. Kalau soal dipilih nggak pilih kan urusan warga Jakarta. Kamu lihat saya kerja nih, kamu kalau merasa kayak pegawai nih mau diperpanjang kontrak ya diperpanjang kontrak lima tahun. Kalau orang merasa ya udahlah nggak perlu diperpanjang ajalah, nggak bagus kerjanya, ya sudah, Oktober selesai," ucapnya masih saya kutip dari portal detik.com.

Mari mendalami analogi Ahok ini.

Kita ganti saja pegawai dengan terminologi yang lebih cocok, misalnya seorang CEO perusahaan dan pemegang saham yang kewenangannya didelegasikan kepada dewan direksi. Direksi memang punya otoritas untuk menilai layak atau tidaknya seorang CEO melanjutkan kepemimpinan manajerial sebuah perusahaan melalui indikator-indikator kunci yang telah ditetapkan sebelumnya. Contohnya, apakah ada inovasi selama kepemimpinan CEO tersebut, retensi pelanggan mengalami kenaikan atau tidak, bagaimana tingkat turn over karyawan? Dari segi keuangan, laba perusahaan meningkat atau berkurang, bagaimana rentabilitas perusahaan, harga sahamnya naik atau tidak dan sejumlah indikator kinerja lain seusai karakteristik perusahaan tersebut.

Jika kinerja perusahaan mengalami peningkatan, maka CEO pasti akan dipertahankan oleh direksi. Tapi jika sebaliknya yang terjadi, maka direksi akan menunjuk atau merekrut CEO baru yang diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja perusahaan.

Jika analogi ini kita gunakan untuk menggambarkan konstelasi Pilgub DKI saat ini, maka masyarakat DKI adalah dewan direksinya, sedangkan Ahok-Djarot adalah CEO-nya. Karena ini menyangkut kepemimpinan daerah, tentu kita harus melihat perubahan apa saja yang telah terjadi pada Daerah Khusus Ibukota selama kepemimpinan mereka. Apakah ada peningkatan, stagnan saja atau malah terjadi penurunan?

Berbeda dengan indikator perusahaan seperti yang saya sebutkan di atas, untuk menilai kinerja petahana indikatornya kita harus melihatbagaimana pembangunan infrastruktur, penurunan angka kemiskinan, keberhasilan pembangunan manusia, tata kota, transportasi, keadaan sosial ekonomi masyarakat, tingkat kepuasan terhadap layanan masyarakat dan indikator-indikator lain yang menunjukkan keberhasilan pemimpin daerah.

Hanya saja karena jabatan Gubernur DKI bukan sekedar jabatan manajerial, namun juga jabatan politik, penganalogiannya tidak bisa dibuat jadi sesederhana itu. Mestinya jika memang petahana mampu membuat Jakarta lebih baik lagi dari sebelumnya, di atas kertas kita sudah bisa memastikan petahana akan kembali memimpin.

Tapi karena ada unsur-unsur politik dalam jabatan yang akan diemban nantinya, faktor-faktor lain diluar performa manajerial juga harus diperhitungkan. Malah untuk seorang Ahok, faktor lain tersebut justru yang membuatnya tergelincir baru-baru ini. Jika saja secara politis perjalanan Ahok berjalan mulus, kelihatannya lebih mudah baginya untuk memenangkan kancah peperangan Pilgub DKI. Lawan-lawan politik itu cerdik seperti ular, karena mampu melihat celah yang mungkin tidak bisa dilihat oleh Ahok sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline