----
Masih tersisa cahaya kehidupan di wajah putri Talia yang sedang tertidur pulas entah untuk berapa lama. Kutuk tidur abadi yang menimpanya membuat sudah berhari-hari di terbujur di atas tempat tidurnya.
Setiap pagi, ibunya, ratu kerajaan masuk ke kamar untuk menyingkapkan penutup jendela lalu kemudian menutupnya kembali menjelang petang. Saat ini, perhatian seperti itulah satu-satunya yang bisa dilakukan untuk sang putri tercinta.
Kesedihan nampak begitu jelas pada raut wajah ratu juga raja dan penghuni istana yang lain.
Akhir-akhir ini malam di istana menjadi begitu sepi, tanpa keceriaan dan celotehan putri Talia. Raja Philos sendiri lebih banyak menghabiskan waktu dengan menenggak bergelas-gelas anggur atau menatap cahaya pelita seorang diri untuk memaksa matanya tertutup.
Nasihat dan hiburan orang-orang terdekat seperti para sesepuh, pejabat istana, bahkan dari ratu sendiri tidak terlalu dipedulikan lagi. Musibah yang menimpa putri tunggalnya itu benar-benar telah menyita seluruh pemikiran emosinya.
Jalannya pemerintahan kerajaan pun lebih banyak diserahkan kepada pejabat-pejabat istana terkait.
Satu-satunya hal yang dipedulikannya saat ini adalah kesembuhan putrinya. Serta mencari segala cara untuk menemukan penyihir yang telah berani melakukan kutuk Tidur Abadi itu.
Tapi malam ini raja terlihat sedikit ramah. Dia menyetujui permintaan ratu untuk mengundang seorang anak muda pemain Poligra, sejenis alat musik yang terdiri dari lusinan senar, untuk menghiburnya dengan lagu-lagu rakyat. Ratu sendiri sebenarnya tidak terlalu suka dengan kesenian seperti itu, tetapi dia ikut senang karena raja terlihat begitu menikmati pertunjukan itu.
Awalnya ratu begitu antusias karena untuk pertama kalinya semenjak kejadian yang menimpa sang Putri, raja bersedia menikmati pertunjukan seperti itu.
Namun lama-lama ratu menjadi kesal, karena sudah belasan lagu dimainkan dan malam sudah semakin larut, tetapi raja belum mau beranjak dari ruangan tempat pertunjukkan tunggal Poligra diadakan.