Dalam alat pengukuran kinerja manajemen Balance Scorecard, delivery service atau layanan antar adalah salah satu komponen penilaian penting pada perspektif Customer. Penyedia produk terbaik adalah mereka yang mampu hadir lebih dekat dan lebih memahami pelanggan-pelanggannya.
Seiring perkembangan peradaban ditunjang dengan kemajuan Teknologi Informasi dan komunikasi data, dunia online menjadi platform baru dunia usaha saat ini. Terdapat loncatan yang cukup lebar dari kejayaan era industri kepada era informasi dan teknologi saat ini. Teori-teori manajemen klasik pun mengalami pergeseran-pergeseran.
Dahulu kala, mindset kita mengenai perusahaan bonafid adalah perusahaan yang memiliki kantor-kantor fisik yang mentereng, berukuran lapang dengan biaya maintenance yang mahal. Sumber daya serta energi perusahaan banyak difokuskan pada perekrutan tenaga penjualan sebanyak mungkin. Para frontliner diberi kursus kepribadian, dibekali dengan tunjangan kosmetik agar bisa selalu tampil kinclong di depan customer. Ini cara meningkatkan kepuasan pelanggan yang mungkin cukup ampuh pada masanya.
Namun hari ini, saat transaksi tidak selalu harus dilakukan ‘on the spot’ strategi-strategi tersebut perlahan tapi pasti mulai kehilangan kekuatannya. Dulu untuk memesan tiket pesawat kita mesti berhubungan dengan biro travel, kini memesan tiket semudah mengetik pesan singkat di layar handphone.
Fenomena ini juga sangat terasa pada dunia perbankan. Cara-cara pelayanan nasabah yang konvensional mulai ditinggalkan. Sumber daya bank kini difokuskan pada teknologi mobile banking, yang pada akhirnya jauh lebih murah dan efisien dari CS dan teller dengan senyum plastiknya.
Pergeseran Uang Masyarakat
Sudden Shift ini, meminjam istilah Prof. Rhenald Kasali, terjadi karena dunia maya kini menjadi ‘dunia baru’ masyarakat. Hampir semua orang saat ini menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengintip dunia melalui layar gadget-nya. Apa saja bisa tersaji disana, mulai dari hal-hal baik sampai hal-hal jahat. Jarak antara negara satu dan negara lain tinggal hanya sejauh jemari dan layar gadget.
Beberapa waktu lalu, kita melihat bisnis ritel lesu yang ditandai dengan penurunan penjualan. Banyak karyawan ketar-ketir terhadap ancaman PHK yang bisa terjadi kapan saja. Sebagian orang serta merta menuding penurunan daya beli masyarakat akibat kebijakan ekonomi pemerintah sebagai biang keladinya. Namun kemudian kita terhenyak saat bisnis e-commerce seperti Zalora, Lazada dan Tokopedia melaporkan peningkatan omset signifkan. Apa yang sebenarnya terjadi? Penurunan daya beli bukan penyebab utama, melainkan arah arus uang masyarakat yang mengalami pergeseran.
Lalu delivery yang telah menjadi karakteristik bisnis online ini pun merambah pada sektor-sektor usaha yang dulu mungkin tidak pernah terpikirkan, seperti transportasi rakyat misalnya. Hadirlah bisnis baru seperti Gojek alias ojek yang bisa dipesan secara online. Dahulu untuk menggunakan jenis transportasi yang satu ini kita mesti menyambangi pangkalan-pangkalan ojek terdekat, kini tidak perlu lagi. Berbekal gadget dan aplikasi, memesan ojek jadi semudah memesan tiket pesawat terbang seperti yang saya ilustrasikan sebelumnya.
Ancaman dan Peluang
Kendati beberapa pakar meragukan prospek Gojek, nyatanya jika ditaksir saat ini Gojek telah memiliki nilai lebih dari 1 Miliar Dolar. Gojek pun menyandang label Unicorn. Tidak banyak perusahaan startup yang mendapat label seperti ini. Dua perusahaan startup e-commerce dalam negeri lain yang juga diprediksi kuat akan segera menyandang label tersebut adalah Traveloka dan Tokopedia. Apa persamaan ketiganya? Ya, online business dan delivery service.