Lihat ke Halaman Asli

Pical Gadi

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Jejak-jejak Konferensi Malino

Diperbarui: 24 November 2015   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Suasana Konferensi Malino Juli 1946. Gambar dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Malino"][/caption]

Proklamasi Kemerdekaan yang dinyatakan 70 tahun yang lalu tidak serta merta memuluskan jalan kedaulatan Republik Indonesia. Belanda masih enggan melepas begitu saja wilayah-wilayah jajahannya. Kendati secara de jure pulau Jawa-Madura telah mendapatkan pengakuan di mata Internasional, wilayah-wilayah lain masih menjadi wilayah politik negara kincir angin saat itu.

Salah satu upaya Belanda untuk mempertahankan hegemoni-nya adalah pembentukan negara Federasi Indonesia. Sejarah mencatat sebuah Konferensi guna membahas pembentukan negara federasi tersebut dilangsungkan di Malino, kota kecil yang sejuk di Sulawesi Selatan pertengahan Juli tahun 1946. Konferensi yang kemudian dikenal dengan Konferensi Malino ini dipimpin langsung oleh Gubernur Jenderal Van Mook dan dihadiri oleh 39 orang utusan dari 15 wilayah di Kalimantan (Borneo) dan daerah-daerah di Indonesia Timur (De Groote Oost).

Saksi sejarah, berupa bangunan yang digunakan untuk Konferensi Malino tersebut masih terawat dengan baik sampai hari ini. Bangunan tersebut kini digunakan sebagai Kapel untuk sarana peribadatan di tengah-tengah rumah retret Panti Samadi Ratna Miriam Malino. Rumah retret ini dikelola oleh suster-suster (biarawati) dari tarekat JMJ, salah satu tarekat biarawati Katolik terbesar di Indonesia.

 

[caption caption="Keadaan Kapel saat ini. Gambar: dokpri"]

[/caption]

Beberapa hari lalu saya bersama teman-teman melangsungkan kegiatan kantor di tempat ini, sehingga kembali berkesempatan mengunjungi tempat bersejarah tersebut. Walaupun rasa-rasanya udara Malino mulai menghangat, tidak sesejuk jika dikunjungi empat atau lima tahun lalu, Malino tetap menawarkan suasana damai dan tenang, jauh dari hiruk pikuk metropolitan. Makanya setiap kali pembuatan anggaran di akhir tahun, kami selalu menyepi ke tempat ini.

Kembali ke Kapel peninggalan Konferensi Malino. Bentuk dan desain Kapel tidak banyak berubah, seperti saat konferensi Malino diselenggarakan. Di bagian belakang kapel kita dapat menemukan beberapa gambar yang dipajang untuk membantu pengunjung memvisualisasikan bagaimana jalannya Konferensi tersebut. Di situ digambarkan kelompok delegasi yang hadir serta skema pengaturan ruangan pertemuan. Memandang gambar dan berada dalam kapel tersebut, membuat kita seolah bisa mendengar gema suara Van Mook serta peserta konferensi lainnya 69 tahun yang lalu. 

[caption caption="Gambar Skema dan suasana Konferensi Malino untuk pengunjung yang datang. Gambar: dokpri"]

[/caption]

[caption caption="Suasana ibadat di dalam Kapel. Gambar: dokpri"]

[/caption]

Kapel milik Panti Samadi Ratna Miriam ini sekarang menjadi salah satu Stasi visitasi umat Katolik di daerah Malino dan sekitarnya, dalam wilayah kerja Paroki Sungguminasa-Gowa. Jumlah umat Katolik lokal sebenarnya tidak banyak. Namun setiap ibadat hari Minggu, kapel yang mampu menampung 100-an orang ini ramai oleh umat yang berasal dari daerah sekitarnya termasuk kota Makassar yang kebetulan sedang berkunjung ke Malino.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline