Lihat ke Halaman Asli

Pical Gadi

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Laku Pandai versus Lintah Darat

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekalipun lembaga yang menawarkan jasa keuangan semakin banyak hadir di tengah-tengah kita, masih saja ada sebagian dari masyarakat yang memanfaatkan jasa pinjaman uang dari rentenir atau lintah darat. Kemudahan pemberian kredit menjadi salah satu alasannya. Para rentenir memang tidak menuntut macam-macam prasyarat kredit terhadap calon kreditur-nya.

Padahal rentenir seringkali membebankan bunga pinjaman yang mencekik leher. Umumnya berkisar di 5-10% per bulan bahkan bisa lebih. Banyak juga rentenir yang menerapkan sistem bunga pinjaman yang dibungakan lagi jika kreditur menunggak. Jadi misalnya pada bulan berjalan, kreditur tidak bisa membayar pokok pinjaman plus bunga pinjaman, maka bulan berikutnya tunggakan tersebut dihitung menjadi pokok pinjaman yang baru. Jadi jika kreditur sudah beberapa bulan tidak membayar, maka tagihannya bisa berlipat ganda.

Saya masih ingat kisah miris ketika berkunjung ke pedalaman kecamatan Messawa sekitar tahun 2010. Di pedesaan praktek lintah darat ini memang masih sangat lumrah terjadi, terutama di daerah-daerah yang belum terjangkau akses lembaga keuangan. Ada satu keluarga yang harus merelakan salah satu petak lahan-nya ditarik lintah darat karena sudah tidak mampu lagi membayar tagihan pinjamannya. Pinjaman awalnya ternyata tidak banyak, hanya Rp 500.000,-. Hanya saja saat meminjam, desa mereka sedang dilanda paceklik sehingga sekian lama tidak membayar tagihan.

Bukan hanya di desa-desa, rentenir juga dapat kita temukan di tengah-tengah kota metropolitan. Padahal mestinya di perkotaan masyarakat lebih punya banyak pilihan lembaga keuangan. Masyarakatnya juga mestinya lebih melek keuangan. Hanya memang ada satu lagi “keunggulan” yang dimiliki para rentenir yaitu, delivery service. Banyak rentenir yang sudah memakai cara jemput bola dengan mendatangi langsung calon krediturnya.

Pada akhirnya, rentenir atau lintah darat ini memang masih punya tempat di hati masyarakat karena  memiliki “service” lebih dari lembaga keuangan formal, ditambah penyakit yang masih terjadi masyarakat kita yaitu melek keuangan yang masih rendah plus mental instan, maunya serba cepat. Klop sudah.

Masalah ini sudah lama menjadi perhatian pemerintah dan lembaga keuangan lainnya, termasuk Perbankan. Oleh karena itu belum lama ini sejumlah bank yang difasilitasi oleh OJK meluncurkan program layanan keuangan terbaru yang diberi nama “Laku Pandai”. Program ini memberikan layanan keuangan tanpa kantor alias turun langsung ke  tengah masyarakat  untuk memaksimalkan penetrasi layanan keuangan mereka.

Pada tahap awal, program ini akan diselenggarakan oleh empat bank yaitu BRI, Mandiri, BTPN dan BCA dengan merekrut lebih dari 128 ribu agen pada desa atau daerah sasaran selama tahun 2015. Agen-agen ini akan menjadi jembatan layanan keuangan antara bank dan nasabahnya seluwes layanan keuangan dari para lintah darat. Analisis kreditnya lebih menekanan kepada karakter dan kemampuan membayar calon kreditur. Inilah salah satu tugas para agen Laku Pandai, mengenali calon krediturnya. Makanya  untuk fasilitas kredit ini tidak perlu disertai agunan. Untuk keperluan manajemen resiko, plafon pinjaman Laku Pandai berada pada level Rp 5.000.000, saja.

Berdasarkan pengalaman kami di lapangan, jika program ini berjalan dengan baik akan sangat membantu masyarakat kecil, lemah dan terpinggirkan. Jika meminjam, sebenarnya mereka tidak butuh pinjaman bernominal besar yang penting proses kreditnya tidak ribet dan menyusahkan.

Tapi sebagai aktivis LKM (Lembaga Keuangan Mikro) saya ingin memberi sedikit catatan. OJK mesti bijak dan mengawasi jalannya program ini agar nantinya tidak malah kontra produktif dan bertabrakan dengan layanan  Lembaga Keuangan Mikro seperti Koperasi dan Credit Union yang telah lebih dulu berkiprah di masyarakat. Selama ini masyarakat yang dianggap tidak bankable menjadi segmentasi pasar yang disasar layanan keuangan LKM. Oleh karena itu layanan keuangan yang ditawarkan LKM pada umumnya memiliki karakteristik cooperative sehingga tidak butuh kapitalisasi besar, manajemen resiko yang ribet dan analisis lain yang pada umumnya dimiliki oleh lembaga keuangan seperti perbankan.

Oleh karena itu diharapkan program Laku Pandai bisa berjalan selaras dengan gerakan LKM untuk membantu masyarakat kecil memenuhi tujuan keuangan mereka, tidak malah membuat  LKM kehilangan “pasar” sehingga membawa dampak buruk bagi perkembangan LKM di tanah air. (PG)

Referensi:

bisniskeuangan.kompas.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline