Lihat ke Halaman Asli

Pical Gadi

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Capres Main Sinetron itu Iklan Politik atau Bukan?

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saya menemukan berita menarik saat surfing pas jam break kerja tadi. Detik.com menayangkan kabar kalau Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah melayangkan surat edaran kepada stasiun-stasiun Televisi dan radio. Surat itu berisi peringatan agar tidak menayangkan atau menyiarkan iklan berbau politik sampai pada masa kampanye nanti. Komisioner KPI Agatha Lily mengatakan kalau surat tersebut sudah diedarkan  sejak 24 Januari lalu dan ditujukan kepada semua stasiun TV termasuk yang memiliki hubungan “semenda” dengan parpol-parpol tertentu.

Menurut Agatha sudah ada enam stasiun yang kena tegur KPI bahkan ada dua stasiun yang sudah ditegur dua kali. Akibatnya KPI terus didesak untuk menyatakan sikap yang lebih tegas. Pernyataan sikap ini rencana akan disampaikan KPI pekan ini juga.

Membaca berita tersebut, memori saya langsung memutar kembali pengalaman saya sabtu malam lalu (1/2) ketika menonton sinetron yang lagi tren, Tukang Bubur Naik Haji (TBNH) di salah satu stasiun TV swasta. Saya jarang nonton sinetron sih sebenarnya. Tapi berhubung istri saya penggemar sinetron haji Muhidin itu, saya pun ikutan nonton. Pada episode tersebut, capres cawapres WIN-HT tiba-tiba nongol. Awalnya mereka muncul pada adegan gotong royong warga kampung Duku, lalu terus berinteraksi bersama warga sampai makan bubur ayam bersama haji Muhidin.

Kualitas acting keduanya terlihat biasa-biasa saja. Saya yang buta seni peran pun menilai, mereka tidak berhasil meneruskan ekspresi eforia dari pemain lain yang jadi warga RW. Yah, kita bisa maklum. Mereka kan pemain sinetron politik, bukan sinetron beneran. Sebagai orang nomor satu di jejaring raksasa MNC media, HT tentu punya pengaruh yang dapat membuat adegan capres makan bubur tersebut terjadi.

Adegan sinetron tersebut pun direspon hangat oleh netizen. Ratusan kicauan yang mengkritik sinetron tersebut sebagai kampanye terselubung pun bermunculan. Beberapa Kompasianer juga mengangat tema yang sama dalam tulisannya. Dua Kompasianer yang bisa saya capture tulisannya adalah Achmad Suwefi dan Natalis Ransi.

Saya pun mulai menghubung-hubungkan lakon dalam sinetron tersebut dengan surat edaran KPI yang lebih dulu dikeluarkan. Walaupun dikemas dalam bentuk sinetron, pencitraan politik WIN-HT begitu kuat terpancar dari layar kaca sampai ke benak pemirsanya di rumah. Bisa jadi ini adalah strategi pasangan tersebut untuk kucing-kucingan dengan KPI. Pertanyaannya, apakah bermain dalam sinetron itu masuk kategori iklan politik atau tidak? Kalau masuk kategori, mudah-mudahan KPI sudah memainkan perannya sebagaimana mestinya. Kalau tidak (ini jawaban yang lebih mungkin), berarti WIN-HT telah selangkah lebih maju dalam strategi pencitraan kepada masyarakat.  Jika dikemas dalam bentuk iklan, penonton mungkin memencet tombol remote untuk memindahkan channel begitu iklannya muncul. Tapi begitu dikemas dalam tayangan sinetron, penonton tidak punya pilihan lain. Apalagi sinetron TBNH itu punya rating yang tinggi.

Adakah Kompasianer yang bisa menjawab pertanyaan saya, orang awam dalam dunia pertelevisian ini. Tolong pertanyaannya dijawab kawan, biar saya bisa nyenyak tidur nanti malam :)

Salam Kompasiana (PG)

Referensi:

Detik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline