Lihat ke Halaman Asli

Pical Gadi

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Good Boss, Bad Boss

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia manajemen, pimpinan divisi atau tim memiliki peran strategis untuk meningkatkan kinerja orang-orang yang mereka pimpin. Mereka diberi delegasi untuk meneruskan target organisasi menjadi target divisi atau tim dan menyukseskannya. Makanya para manajer diberi kewenangan lebih dibanding bawahannya. Tapi kewenangan ini dibarengi dengan tanggungjawab lebih pula.

Untuk menjadi pemimpin tim yang baik, para manajer mesti memiliki seabrek wawasan dan keterampilan baik hardskill maupun sotfskill. Pengetahuan tata kelola organisasi dan keterampilan manajerial bila tidak diimbangi dengan sikap dan moral yang baik hanya akan mengurangi “nilai” manajer di mata orang-orang yang dipimpinnya. Ini bisa memicu demotivasi tim, sehingga menurunkan kinerja dan produktifitas mereka. Sebaliknya, kemampuan manajerial yang baik disertai dengan “kepemimpinan” yang baik pula, membuat manajer mampu menciptakan suasana kerja kondusif di dalam tim. Ini akan membantu peningkatan kinerja dan produktivitas tim.

Mari kita lihat beberapa keterampilan “tak kasat mata” yang harus dimiliki seorang manajer yang baik.


  1. Memberi teladan. Manajer hendaknya menjadi orang paling pertama yang menegakkan aturan, standar-standar operasional dan policy yang berlaku pada organisasi. Ini bukan saja menyangkut  peran manajer sebagai wasit terhadap pelanggaran-pelanggaran dalam organisasi, tapi juga peran manajer sebagai stakeholder seperti karyawan lain dalam manajemen. Sedapat mungkin manajer harus menjadi figur dan contoh bagaimana melakoni budaya kerja yang dianut organisasi. Dengan demikian, manajer dapat lebih fair saat menjatuhkan reward dan punishment untuk bawahannya.
  2. Mengayomi. Manajer dengan sifat mengayomi akan mendapat tempat di hati bawahannya. Saat terjadi masalah dalam tim yang dipimpinnya, secara internal manajer harus mampu menyelesaikan masalah secara objektif dan tegas. Orang-orang yang melakukan kesalahan “dibenahi” dan dipandu untuk memperbaiki diri. Namun saat berhadapan dengan pihak ketiga atau manajemen dengan level yang lebih tinggi, manajer akan bersikap legowo sebagai orang yang paling bertanggungjawab terhadap kinerja tim-nya. Manajer yang mengayomi tidak akan  seenaknya menjadikan bawahan sebagai kambing hitam.
  3. Objektif. Salah satu masalah ketidakpuasan yang sering dikeluhkan karyawan adalah penilaian manajer yang kurang seimbang saat menyelesaikan masalah. Misalnya: orang-orang yang dekat dengan manajer tidak dikenakan sanksi seberat orang-orang tidak dekat dengan manajer. Atau misalnya manajer cenderung berat sebelah saat menyelesaikan konflik dalam tim. Manajer yang fair dan berpandangan objektif akan dipercaya oleh karyawannya.
  4. Menginspirasi.  Jika menarik benang merah dari beberapa literatur, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai strategi mendorong orang lain bekerja mencapai suatu goal dengan senang hati. Artinya manajer harus mampu menjadi penggerak dengan menyentuh pikiran dan hati bawahannya, bukan semata dengan kekerasan atau ancaman. Pemimpin yang mampu memberi inspirasi bagi bawahannya akan disegani bukan ditakuti.

Sebaliknya, mari kita cek ciri-ciri manajer yang tidak amanah dan kelakuannya selalu mendatangkan atmosfir negatif pada tim yang dipimpinnya


  1. Tidak mampu memberi teladan. Manajer yang selalu ngaret, tidak tertib, sering melanggar peraturan atau kesepakatan bersama akan mendatangkan demotivasi bagi orang-orang dalam timnya. Power seorang manajer untuk mengelola tim tersebut akan berkurang karena bawahan  tidak menemukan sosok panutan pada pimpinannya. Kalau sudah begitu, kinerja tim akan merosot.
  2. Tidak mampu mengayomi. Bagaimana perasaan anda, jika pimpinan anda suka mengkambinghitamkan anda juga rekan kerja atas kesalahan-kesalahan yang mesti sejak awal dibenahinya. Begitulah suasana kerja dalam tim yang dipimpin oleh manajer yang tidak mampu mengayomi. Inovasi dan improvisasi dalam tim akan mandeg karena semua orang akan bermain save.
  3. Subjektif. Saat manajer mulai pilih kasih atau memutuskan sesuatu berdasarkan like and dislike maka pada saat itu suasana dalam tim kerja menjadi tidak nyaman. Klik-klik kecil akan terbentuk, dan jika tidak diatasi sejak dini dapat bermuara pada konflik yang lebih besar. Konflik yang dikelola dengan solusi subjektif pun akan sulit diselesaikan. Kalaupun bisa diatasi, tidak akan tuntas. Tim kerja yang berjalan dengan suasana seperti ini tidak akan bertahan lama.
  4. Otoriter.  Manajemen modern memberi tempat seluas-luasnya bagi inovasi dan transparansi. Tanpa dua hal ini, organisasi cenderung akan berjalan di tempat, salah-salah bisa mundur. Makanya manajer yang otoriter cenderung akan tersisihkan karena gaya otoriter tidak bisa digunakan untuk menstimulus karyawan melahirkan ide-ide baru yang segar. Memang pada situasi dan kondisi tertentu, gaya otoriter cocok diterapkan untuk mengelola tim kerja. Namun pada organisasi kebanyakan, gaya kepemimpinan yang hampir usang ini sudah jauh ditinggalkan.

Nah, mari melihat bagaimana situasi dunia kerja kita. Apakah kita sebagai pemimpin atau pemimpin kita selama ini good boss? Atau malah bad boss? (PG)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline