[caption id="attachment_322972" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Konon, ada dua penyebab utama perceraian. Penyebab pertama adalah masalah “tempat tidur” yang kedua adalah masalah duit. Tentu selentingan ini butuh pembuktian yang lebih sahih. Tapi memang tidak bisa dipungkiri faktor ekonomi juga seringkali jadi alasan perpisahan suami dan istri.
Padahal dengan melakukan strategi-strategi yang tepat, pasangan suami istri sebenarnya dapat mereduksi potensi konflik yang berawal dari duit.
Berikut beberapa kiat meminimalkan kemungkinan perceraian yang disebabkan oleh faktor ekonomi. Sebagian besar kiat-kiat ini merupakan hasil sharing kawan-kawan dan disarikan kembali dari materi Pendidikan Anggota di Credit Union kami. Secara garis besar dikelompokkan menjadi dua kategori besar, yaitu kiat-kiat yang perlu dilakukan sebelum menikah dan setelah menikah.
Sebelum Menikah.
- Diskusikan Juga Masalah Keuangan. Bagian ini sering dilalaikan oleh pasangan yang hendak menikah. Selain menyiapkan diri lahir batin menghadapi pernikahan, hal-hal teknis juga harus mulai dipikirkan, terutama menyangkut keuangan keluarga nantinya. Bagaimana konsep pengaturan pos keuangan keluarga. Apakah digabung menjadi satu pos atau terpisah? Jika terpisah apakah menggunakan rekening masing-masing, atau perlu membuka rekening baru? Memang sebaiknya ada rekening khusus yang digunakan untuk tabungan jangka panjang dan rekening untuk operasional. Berikut pasangan juga harus berembuk bagaimana jika nantinya keluarga dari pihak pasangan membutuhkan bantuan keuangan? Menikah tidak hanya menikahi pasangan tapi juga kita “menikahi” keluarganya. Jika rasanya masalah ini akan menjadi masalah pelik di kemudian hari, diskusikan sejak awal berapa banyak alokasi dana yang boleh digunakan untuk donasi kepada keluarga. Apa harus disiapkan pos khusus atau cukup langsung ditarik dari rekening yang digunakan sehari-hari.
- Hitung Potensi Pendapatan Keluarga. Menjelang pernikahan, sudah saatnya jujur mengenai pendapatan maupun utang piutang, baik itu jika keduanya bekerja atau salah satunya saja. Ini berguna nantinya untuk menghitung potensi pendapatan keluarga. Tentu mungkin termasuk menghitung biaya pernikahan. Tapi yang lebih penting adalah perkiraan biaya yang akan terjadi jika keluarga baru sudah terbentuk. Ada anekdot seperti ini, setelah berkeluarga rejeki biasa datang sendirinya. Tapi jangan lupa akan ada anak-anak yang butuh biaya tidak sedikit. Kiat ini orientasinya bukan mau hitung-hitungan untung rugi, tapi mempersiapkan diri terhadap perubahan besar dalam hidup yang akan terjadi. Menikahi seseorang tanpa mengetahui riwayat keuangannya, saya pikir beda tipis dengan membeli kucing dalam karung.
Setelah menikah. Pada tahap ini, mestinya langkah-langkah sebelumnya sudah dilewati dengan baik. Maka yang berikutnya dilakukan adalah memaksimalkan perencaan keuangan keluarga dan pengelolaan arus kas. Kiat-kiatnya antara lain:
- Membuat Anggaran Belanja Keluarga. Setiap awal bulan baiknya keluarga sudah menyusun anggaran sederhana mengenai pengeluaran bulan tersebut. Mulai dari pengeluaran untuk pos tabungan, tagihan-tagihan dan pengeluaran untuk belanja sehari-hari. Anggaran belanja disusun mulai dari pengeluaran yang paling penting sampai pengeluaran yang kurang penting. Tentu saja anggaran ini harus selalu disandingkan dengan pendapatan untuk memastikan tersedia alokasi dana yang mencukupi. Upayakan memberi prioritas pada kebutuhan dibanding keinginan. Item-item belanja yang lebih mengarah pada keinginan diletakkan paling bawah dari daftar, dan dipenuhi jika masih ada anggaran yang tersedia. Jika penganggaran sudah klop, maka berikutnya adalah eksekusi anggarannya. Prinisipnya, suami maupun istri harus komitmen untuk menjalankan anggaran tersebut. Semua budget belanja harus sesuai dengan anggaran. Kecuali ada kebutuhan urgent dan penting yang tidak direncanakan sebelumnya. Pada akhir bulan realisasi belanja dievaluasi untuk melihat sejauh mana keluarga menjalankan anggarannya. Jika sudah sesuai, berarti perencanaan dan realisasi yang dibuat sudah baik. Kalau belum (biasanya realisasi lebih besar daripada anggaran), dilihat lagi apakah harus dibuat penyesuaian anggaran untuk bulan berikutnya ataukah kita yang terlalu boros berbelanja. Evaluasi anggaran dan realisasi setiap bulan berguna untuk memantau progress arus kas keluarga.
- Membuat pos-pos Tabungan. Menabung adalah antisipasi terhadap kebutuhan-kebutuhan di masa mendatang. Sedapat mungkin rancang dan isi secara rutin pos-pos tabungan yang sesuai dengan tujuan keuangan kita. Bisa jadi tabungan untuk pendidikan, dana darurat, dana pensiun dan tujuan-tujuan lain. Sehingga pada saatnya tiba, tabungan ini dapat membantu mengatasi masalah-masalah keuangan yang terjadi. Tabungan juga dapat dialihkan menjadi dana taktis jika tiba-tiba ada peluang-peluang keuangan yang dapat dikembangkan untuk menambah pendapatan atau ada pengeluaran besar yang harus dipenuhi.
- Diskusikan Setiap Keputusan Keuangan. Keputusan-keputusan keuangan seperti investasi, bantuan untuk keluarga lain atau belanja ber-budget besar sebaiknya didiskusikan bersama istri atau suami. Hal ini berguna untuk menguatkan keputusan bersama. Dengan demikian apabila di kemudian hari ada masalah yang terjadi akibat keputusan tersebut, resiko tersebut menjadi tanggungan bersama. Tidak ada saling menyalahkan yang bisa berbuntut panjang. Jangan sampai ada keputusan keuangan yang dilakukan diam-diam, seperti kredit tanpa sepengetahuan pasangan. Banyak pasangan yang tiba-tiba terkejut karena perubahan yang terjadi setelah menikah. Saat masih single, kita mungkin sah-sah saja menggunakan duit kita untuk hang out bareng teman-teman, hura-hura, dan melakukan hobi yang mungkin tidak murah. Tapi begitu menikah, hal-hal seperti itu tidak bisa lagi kita lakukan seenaknya. Hal-hal ini bisa jadi pemicu masalah, jika sejak awal tidak didiskusikan dengan baik bersama pasangan.
- Tidak Menyinggung Pendapatan Dalam Pertengkaran. Perbedaan pendapat dan pertengkaran adalah hal lumrah dalam kehidupan berkeluarga. Tapi yang seringkali membuat pertengkaran menjadi panjang adalah mengungkit hal-hal yang mungkin tidak ada hubungannya dengan hal-hal remeh di awal pertengkaran. Hal-hal berkaitan dengan keuangan yang cukup sensitif jika diungkit-ungkit misalnya: Pendapatan istri lebih tinggi dari suami, pendapatan suami yang dianggap kurang, mencap pasangan kurang jujur masalah duit dan lain-lain. Bukankah sejak awal masing-masing pihak sudah memiliki komitmen mengenai pendapatan? Jangan sampai komitmen tersebut diabaikan sama halnya dengan komitmen memilih pasangan hidup kita.
- Cari Pendapatan Tambahan. Semakin tingginya biaya kehidupan belakangan ini juga membuat faktor ekonomi menjadi semakin sensitif diperbincangkan. Istri minta kepada suami untuk bekerja semakin giat, sebaliknya suami juga meminta istri untuk lebih arif mengatur belanja. Hanya ada dua jalan untuk mengatasinya, yaitu menekan pengeluaran dan penambah pendapatan. Cara pertama mungkin sudah kita lakukan secara maksimal, tapi cara kedua, masih jarang yang memikirkannya. Coba lihat situasi di sekitar kita dan potensi yang dimiliki keluarga. Apakah ada peluang untuk menambah pendapatan keluarga? Bisa jadi usaha Catering, jualan pulsa, menjual makanan ringan buatan sendiri, rental mobil, terima jasa pengetikan, jualan online, dan peluang-peluang lain. Yang penting halal dan mampu dikelola dengan baik.
Dengan mempraktekkan kiat-kiat tersebut secara konsisten, pasangan sejak awal dapat meminimalkan resiko keuangan yang dapat menjadi pemicu perpisahan mereka.
Tapi bagaimanapun juga, menikah dan bercerai adalah pilihan asasi setiap manusia. Menyatukan dua orang yang memiliki sejumlah perbedaan memang tidak mudah. Jika masa-masa kritis dalam rumah tangga tiba, hanya pasangan tersebut yang bisa memperjuangkan eksistensi rumah tangganya. (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H