Setiap hari suara di speaker masjid dipenuhi inalillahi. Berarti setiap hari ada warga yang meninggal. Jumlahnya meningkat dari hari biasa. Tetangga saya tak percaya ini karena corona. Padahal sebelumnya dalam sebulan bisa dua kali. Kematian nalar, ternyata lebih dahsyat dampaknya.
Sahabat saya juga kerap mengeluhkan kerjaan nya baru-baru ini. Sehari bisa lebih dari 5 orang mengubur jenazah dengan baju zirahnya yang pengap. Bisa saja pengap ini akibat baju yang tertutup semua. Atau dari pengap terhadap orang yang tetap menutup mata dari corona padahal dia ada. Orang boleh tidak takut terhadap corona, akan tetapi saat tertular, mungkin dia yang menjadi 'pembunuh' bagi lingkungan sekitar nya.
Melihat keberhasilan di tv negara yang sudah move on dari corona rasanya saya menjadi iri. Hidup tenang, belajar tatap muka, ruang publik perlahan di buka. Kembali melihat senyum tetangga yang telah lama hilang, bertemu famili di kampung. Apa kalian tidak ingin?
Hari ini kita memang belum bisa kembali ke kehidupan dahulu. Tapi cobalah untuk memejamkan mata, dan bayangkan rasanya terbebas dari pandemi. Setelah itu tekadkan untuk ikut serta dalam program pemerintah, jika kamu bisa di rumah, maka di rumah saja. Jika harus keluar maka pakai lah prokes. Karena cukup 14 hari tidak tertular dan menularkan, sepertinya indonesia bisa pulih kembali. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H