Manusia dengan segala keterbatasannya hari ini menuju transformasi terus menerus. Sejak jaman purba hingga jaman teknologi canggih seperti sekarang. Berbeda dengan binatang, manusia saat ini bisa dilihat dan terasa karyanya. Akibat kemajuan pemikiran melalui kanal pendidikan.
Era modern ini dengan berdirinya industri-industri raksasa, mesin pabrik, dan terciptanya aneka ragam lapangan pekerjaan. Guna memenuhi permintaan industri tersebut, pemerintah mendorong sekolah vokasi di banyak tempat. Para lulusan siap kerja. Tidak jarang diambil dari desa, sebab banyak lulusan yang merantau akhirnya sukses secara materi dan membanggakan keluarga di kampung halaman.
Manusia kemudian hidup dalam roda mekanistis, berulang-ulang setiap hari. Lulus, kerja, menikah, punya rumah, punya mobil, punya anak, anak nya sekolah, lulus, kerja, dan terus berulang.
Senin hingga jumat kerja dari pagi sampai malam, sabtu-minggu berpelancong di luar, setiap minggu dengan aktivitas yang sama seperti kebanyakan pekerja. Tak ubahnya seperti mesin.
Hidup seperi itu seperti sudah ditentukan oleh para kaum pemodal. Kita di nina bobokan dari persoalan eksistensial manusia sendiri. Kecemasan, putus asa, membangun desa, menolong sesama, mewujudkan impian saat masih kecil, semua terasa seperti pepesan kosong belaka. Kita melewati waktu tanpa sadar bisa memilih.
Padahal, dengan menjadi autentik, kita bisa hidup dalam pilihan dan menghidupi pilihan kita sendiri. Merayakan hidup ini dengan berjalan pelan, beriringan dan bergandeng tangan dengan yang lain. Bertukar pikiran, beradu gagasan, menjadi yang terbaik untuk memakmurkan negara ini dan memberantas kaum miskin. Sedang kita dapat gaji bulanan, sebagian orang bahkan tak bisa mengunyah nasi. Pernahkah kita berpikir salah satu keluarga kita dibelahan dunia sana sedang kelaparan? Tetangga kita? Saudara-saudara kita?
Mari saudaraku, hiduplah dengan autentik, berdasarkan pilihan kita masing-masing. Jadikan hidup kita terus melangkah ke masa depan yang tak satu setanpun tahu. Pergilah ke manapun kau suka. Saat berada dalam pilihan, pastikan kau mampu memilih dengan sadar.
Seperti kata Nietzsche "Kita mencintai kehidupan bukan karena kita biasa hidup, tapi karena biasa mencintai...."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H