Lihat ke Halaman Asli

Phiodias M

Alumni arsitektur gandrung isu pencerdasan bangsa

Debat Gagasan IKN, Isu Konstitusi dan Logika Terbalik (Bagian 1)

Diperbarui: 6 Oktober 2021   16:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Subtopik I - Pendahuluan


Tulisan ini membahas tentang debat pembangunan IKN baru antara Prof. Emil Salim dan Juru Bicara Presiden M. Fadjroel Rachman pada 26 September 2021 di Kompas TV yang menarik perhatian publik.


Perdebatan ini telah bergeser pada isu paling fundamental permasalahan bangsa saat ini. Memantik isu konstitusi. Bahkan menyangkut subjek paling sakral yang tertulis pada Pembukaan UUD45, bukan pada Batang tubuh UUD45. Subjek tersebut langsung terkait dengan cita-cita proklamasi dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun tidak kalah menariknya, disana terungkap pula sejumlah logika terbalik¹ yang merefleksikan lemahnya argumentasi pembangunan IKN baru tersebut. Terkesan justifikasi lemah, tidak mempunyai landasan empiris dan teori yang kuat. 

Adanya anggapan bahwa dengan diangkatnya argumentasi itu seolah publik tidak  paham tentang sejarah perkembangan peradaban, prinsip ekonomi dasar dan perkotaan. 

Logika yang dibangun ini mirip dengan logika otoritas yang menyebabkan terjadinya krisis 1997/1998. Waktu itu pemerintah bersikukuh ekonomi stabil dan terkendali. 

Namun krisis itu membuktikan kebalikannya. Berdasarkan fakta empiris, saat itu usaha pencerdasan bangsa terabaikan. Tentu diskursus ini menarik perhatian kalangan intelektual. Menyentuh rasionalitas berpikir kebangsaan yang paling esensial.

Rencana anggaran pembangunan IKN baru sebesar Rp 466 triliun sampai tahun 2024 seperti diungkap oleh Bung Fadjroel Rachman itu dapat dinilai sebagai pemborosan. Tidak menambah kapasitas dan nilai manfaat perekonomian nasional karena pengeluaran yang dilakukan subjek ekonomi dengan aktivitas, nilai manfaat dan daya ekonominya tidak berubah. 

Apalagi mengingat terbatasnya keuangan negara dan belum adanya urgensi pemindahan IKN yang dapat dianggap membahayakan keselamatan dan keberlangsungan hidup negara. Keikutsertaan swasta malah berpotensi terjadinya ketidakseimbangan keuangan negara di kemudian hari. Seperti yang kita alami pada krisis 97/98.

Terkesan gagasan IKN baru itu lebih ditujukan pada pembangunan citra bahwa Indonesia telah menjadi negara maju. Namun data perkembangan ekonomi, pembangunan SDM dan penguasaan sains teknologi belum mendukung citra itu. 

Pencitraan itu mirip seperti gagasan pembangunan ibu kota Brasilia dimana Brasil pada 2020 menanggung utang sebesar 98,94% dari PDB.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline