Soal ini pernah saya tanyakan kepada bapak-ibu di lingkungan saya:
Apakah Amang/Inang kenal dengan Maudy Ayunda?
(A) Kenal
(B) Tidak kenal.
Semua memilih B. Saya pikir cuma saya.
Saya baru tertarik menyelidiki siapa itu Dik Maudy setelah ia menjadi sorotan publik baru-baru ini karena komentarnya tentang sistem pendidikan di Indonesia. Seakan mendapat seruan Panggil Aku, Sayang, segera jari-jemari warganet +62 beramai-ramai mencakarnya.
Kita tidak tahu apakah komentarnya berkaitan dengan penerapan soal pilihan ganda dalam ANBK dan ujian lainnya yang diselenggarakan pemerintah. Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK), yang diikuti oleh siswa/i kelas V, VIII, dan XI, terdiri dari pilihan ganda (biasa dan kompleks), isian singkat, dan menjodohkan.(1) Konon, komentar tersebut dilontarkan Maudy secepat Tendangan dari Langit. Ketika ditanya oleh Felicia Tjiasaka (bukan Rena) di kanal YouTube, bak Mengejar Mimpi, Maudy merespons dengan niatnya menghapus soal pilihan ganda dalam ujian.
Untuk Apa?
Ia menjelaskan bahwa soal-soal ujian yang bersifat pertanyaan terbuka (open-ended question) akan lebih membantu siswa dalam mengembangkan pemikiran kritis daripada soal pilihan ganda. (2)
Salah satu bapak pendidikan di dunia kuno, Plato, pernah berkata, "Wise men speak because they have something to say; Fools because they have to say something." (3) Pepatah itu mengingatkan kita tentang pentingnya berbicara dengan dasar pengetahuan yang mendalam, sebab, "Opinion is the medium between knowledge and ignorance."(4) Dalam hal ini, pendapat Maudy terkatung-katung di atas jembatan antara pengetahuan dan ketidaktahuan.
Evaluasi berbasis pilihan ganda sering kali dituduh lebih menekankan pada kemampuan mengingat daripada pemahaman yang mendalam dan pemikiran yang kritis. Itu tidak selalu benar. Soal-soal Fisika, yang membutuhkan perhitungan corat-coret dan gambar di selembar kertas, tidak bisa diselesaikan dengan hafalan. Begitu pula soal-soal cerita matematis.
Pendapat Maudy Semakin Jauh dari kebenaran sebab tes masuk dan penempatan militer di negara Paman Sam sana (ASVAB) masih menerapkan soal-soal multiple choice dengan topik-topik meliputi aritmatika, bahasa, elektronika, mekanika, dsb.(5)
Kebenciannya terhadap soal pilihan ganda dalam ujian tampaknya dipengaruhi oleh pengalaman pendidikannya sendiri. Waktu SD, Maudy pernah pindah ke sekolah lain dengan kurikulum internasional karena ibunya mencemaskan PR dari guru yang memaksanya menghafal nama-nama kecamatan. Ia masuk ke sekolah yang menerapkan kurikulum Cambridge, lalu ke SMA internasional bagi kaum borjuis.