Lihat ke Halaman Asli

Philip Manurung

TERVERIFIKASI

Pengajar

Pada Mulanya, "Kata"

Diperbarui: 6 Maret 2019   16:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setiap manusia melekat dengan Kata. Tunarungu bukan pengecualian. Walau tidak terucapkan, untaian ide senantiasa mengalir dalam benak mereka.

Dalam riuh pesta demokrasi kontemporer, kata-kata berhamburan. Macam-macam manifestasinya: poster, simbol, bendera, spanduk, umbul-umbul, kaos, tagar, ucapan, cuitan, laporan, bantahan, gestur, pidato, konser, konferensi. Petaka. Semuanya menggagahi kata-kata.

Di kota Manado ada sebuah taman yang khusus ditanami baliho-baliho calon legislatif. Ramai sekali di mata. Kata siapa yang mau didengar?

Produksi kata jauh melebihi permintaan. Menguap begitu saja di udara terbuka. Anehnya, tidak ada yang protes di jalan-jalan ketika harga kata anjlok di pasar. Tidak ada yang melayangkan aduan bila caleg kebanyakan berjanji.

Mungkinkah keteledoran kita terhadap kata bersumber dari pengabaian kita terhadap Sang Ilahi?

Kalimat pembuka dari Injil Yohanes merujuk Juru Selamat sebagai sang "Kata (logos)." Katanya, "Pada mulanya adalah Kata; Kata itu bersama-sama dengan Allah, dan Kata itu adalah Allah."

Maka, tidak salah bila pada tahun 2005, Kardinal Joseph Ratzinger (sebelum menjadi Paus Benedictus XVI) menyebut kekristenan sebagai agama Logos.

Kata (logos) dalam bahasa Yunani memiliki banyak arti senada, yaitu pikiran, omongan, makna, nalar, ide, prinsip, atau logika. Paling sering ia diterjemahkan sebagai "kata" (word).

Heraklitus-lah yang memperkenalkan istilah tersebut. Yang ia maksud dengan logos adalah prinsip kosmos yang mengatur alam semesta, kehidupan hingga kematian. Kaum Stoa juga memahami logos sebagai prinsip dasar yang memberi hidup. Bagi mereka, logos hadir pada manusia dan alam semesta.

Jejak-jejak dari konsep tersebut masih lestari. Kata "Om" dalam agama Hindu merupakan suara primordial yang menyatakan esensi realitas yang ultimat. Ia merujuk kepada "Brahman" (seluruh alam semesta, kebenaran, ilahi, pengetahuan sempurna, prinsip kosmis).

Jelas Rasul Yohanes meminjam istilah yang lazim dikenal oleh dunia berbahasa Yunani ketika itu. Ia sedang berbicara mengenai sosok perantara Logos yang menciptakan dunia. Namun, konsep itu mengalami pergeseran yang signifikan ketika ia melanjutkan bahwa "Sang Kata itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline