Prolog
Jika boleh menilai, Taman Menteng merupakan salah satu dari tiga tempat yang sangat berkesan. Mungkin tidak akan dilupakan sepanjang hidupku. Tentunya, selain Rumah Sakit Budi Kemuliaan dan Terminal Lebak Bulus. Itu karena di Taman Menteng bermula sebuah kisah kasih yang tak sampai. Tepatnya, berakhir tanpa kata selesai.
Suatu sore di pertengahan bulan Phalguna, aku bertemu dengannya. Sebuah perjumpaan tak terduga. Mengalir begitu saja layaknya penggalan sajak Rubaiyat dari Ommar Khayam. Namun, sebagaimana roda kehidupan, tentu tak bisa ditebak. Terkadang, kencang, pelan, jalan di tempat, bahkan mundur. Seperti itulah kisahku dengan Amanda dimulai. Tidak seperti sinetron yang selalu berujung happy-ending.
* * *
"Aku heran dengan dirimu. Kenapa tidak bosan dengan taman ini. Selain rumah kaca, apalagi yang membuat tempat ini sangat berkesan?" Amanda membuka percakapan.
"Tidak ada. Sebenarnya sih sama saja. Baik tempat ini atau Surapati. Toh semuanya sama-sama taman. Bedanya, ya tempat ini dahulu bekas stadion Persija Jakarta," ujarku tersenyum.
"Yakin? Tidak ada yang disembunyikan?"
"Tidak. Apa untungnya berbohong?"
"Aneh?"
"Kenapa harus aneh?"
"Ya, kamu aneh. Menyukai sesuatu yang di mata orang tidak terlalu penting."