Lihat ke Halaman Asli

Pernikahan dan Perceraian Kehendak Siapa?

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernikahan itu kehendak siapa? Manusia atau Tuhan?
Perceraian itu kehendak siapa? Manusia atau Tuhan?

Seorang kawan dari teman saya pernah berseloroh,"Pernikahan itu (maaf) perzinahan yang dilegalkan/ada izinnya. Jadi kalau mau berzinah sepuas-puasnya, menikahlah".
Saya jadi agak bingung, pikiran dia ga salah, tapi ga benar juga.
Lalu yang saya pikir, mungkin dia nikah ga ada "rasa cinta". Tapi rasa cinta itu gimana yah? Manis, pahit, kecut?

Bagaimana dengan pria-menikah yang suka "jajan"?
Mungkin dia ga puas dengan istrinya.
Kalau saya lihat istri dari kawan teman saya ini sama sekali tidak ada kekurangan (saya sebagai lelaki kalau lihat wanita dari luarnya selalu begitu). Katakanlah, tubuh istrinya tinggi semampai, berisi, cantik, dan seterusnya (kalau istri saya baca komentar ini, anda tau responnya bagaimana?). Singkat kata, saya merasa "rumput tetangga sebelah lebih hijau warnanya".

Kembali lagi pada istri kawan dari teman saya. Meski saya merasa istrinya itu "lebih oke", kadang saya berfikir kenapa dia masih suka "jajan"?
Mungkin juga kawan dari teman saya ini berfikir sama terhadap saya, kok saya suka “jajan”? Nah loh!!! Apa sih yang dicari?!

Kalo saya bisa bilang, cari "SENSASI".

Ga cuma artis yang bisa cari sensasi. Semua manusia bisa dan berhak bikin sensasi. Mungkin lebih enak dibilang "bikin ulah". Bikin ulah dari yang 'cetek' sampai yang 'dalem'.

Artis yang ini bikin ulah selingkuh. Artis yang itu bikin ulah bercerai. Artis yang lain bikin ulah apalagi ga tau. Semua tetap berakhir pada kata sensasi. Saya pun belum tau pasti arti kata SENSASI, harus baca kamus besar bahasa Indonesia.

Kembali ke tulisan yang agak diatas. "Pernikahan itu (maaf) perzinahan yang dilegalkan/ada izinnya. Jadi kalau mau berzinah sepuas-puasnya, menikahlah".

Saya jadi ingat pembantu dari tetangga saya, dia menikah sirih, lalu teman-temannya bersungut-sungut karena tidak setuju.
Nah kawan dari teman saya ini berkata “biar ga dibilang zinah, emang harus begitu”. Saya cuma diam saja, ga mau ikut campur deh. Cuma kalo mau “begituan” ya ga usah nikah. Kan tau harus kemana?

Seperti cerita-cerita film, saat pernikahan tiba, semua bahagia. Saudara, teman, kerabat diundang untuk ikut berbahagia. Janji dihadapan para saksi, dan atas nama Tuhan.
Kalo ada orang sirik tanya macem-macem, pengantin ini jawab,”Allah yang mempertemukan kami, dan menyatukan kami”.

Singkat kata ini kehendak yang di “Atas”. Orang sirik ga bisa komentar lagi. Hayo, anda mau ngomong apa kalo tanya macem-macem terus jawabannya itu?
Yang di”Atas” menurut saya Tuhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline