Sejujurnya rasanya misuh-misuh pas baca kalimat, "Makanya Baca Dulu Sebelum Pilih Sekolah ini." Kalimat itu Saya dapat ketika anak yang sulung melakukan pindah sekolah di kelas 5. Marah, tentu iya.
Jengkel, tentu iya. Karena merasa sudah melakukan support banyak kegiatan di sekolah sebelumnya. Juga aktif dalam banyak kegiatan yang diminta pihak yayasan. Pas pindah kok dibilang enggak baca pas pilih sekolah itu.
Tetapi setelah dipikir-pikir kok ada benarnya ya. Andai saya membaca betul-betul dan mencari tahu track record sekolah sebelumnya, pasti berpikir 17 kali memasukkan ke sekolah tersebut. Bukan berpikir dua kali, tetapi 17 kali. Mengingat sebentar lagi 17 Agustus 2024. Merdeka!
Alhamdulillah, kepindahan sekolah ketika kelas lima waktu itu, kami membaca dengan betul pilihan sekolah dan mengunjungi secara langsung. Lalu, menunjukkan kepada Arden bagaimana bakal sekolah yang baru. Hasilnya, tara sekolah masa SD dilalui dengan damai dan sejahtera.
Anak saya belajar sesuai fase-nya. Pelajaran dan pengetahuan yang disampaikan jauh lebih beragam ditambah ada bahan buku ajar yang bisaa menjadi pedoman belajar anak.
Hal yang paling penting, guru dan pihak sekolah menjadi support system paling penting bagi anak saya yang ganteng mempesona itu.
Jadi, memang betul dan perlu didengarkan anjuran orang yang mengatakan, "baca dong dengan baik waktu memasukkan ke sekolah itu." Karena berdampak besar bagi masa depan anak. Coba bayangkan sebagai orang tua sudah memasukkan anak ke sekolah swasta dengan biaya tak murah ditambah uang bulanan yang lumayan juga.
Hasilnya, Ya Allah ya Robbi, kan rasanya kok percuma ya memasukkan ke sekolah itu. Padahal, tujuan kita agar anak dapat tumbuh pengetahuan dan baik secara budi pekertinya.
Tulisan ini bermaksud sebagai pengingat, kalau memasukkan anak jangan coba-coba. Tidak asal dan tak usah terburu-buru. Sehingga, pilihan sekolah sesuai dengan harapan sebagai orang tua. Ingat, Baca dengan baik sekolah yang dipilih, apalagi mau memasukkan ke sekolah swasta yang biayanya tidak murah.
Saat ini, anak sulung saya sudah duduk di bangku SMP. Setiap hari diajak bercerita bagaimana kegiatan di sekolahnya. Seperti apa teman-temannya. Mengerti atau tidak pelajaran sekolahnya.