Lihat ke Halaman Asli

Sugiri W.

Control System/Automation Specialist

Perilaku yang Menular

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan orang-orang di media (sosial) bertingkah laku berlebihan, over acting, dan saya perhatikan hal yang sama terjadi di kantor saya yang lama walaupun terhadap insiden yang sepele saja. Kalau diterjemahkan seperti berikut: "Siapa yang memindahkan spidol whiteboard dari ruang meeting? Grrrr... Bang**t!! Saya culek matanya pakai spidol, grrr...!" Angry Bird - Forbes "Siapa ini yang lupa mengambil print-out dari atas printer? Bajigur!! Grrrr.... Saya kutuk bisulan tujuh turunan Lo!" Beberapa orang menganggap sikap ini sangatlah buruk. Tapi mohon dicermati juga apa yang sebenarnya terjadi "behind the scene". Apa yang sebenarnya terjadi di belakang layar yang tidak muncul (dimunculkan) oleh pembawa berita. Ketika si "angryboss" marah-marah pasal spidol, saat itu dia tengah presentasi dengan klien tentang hal yang kritikal dan ketika harus menggunakan whiteboard tidak ada spidol satu pun di dalam ruang meeting. Ritme presentasi menjadi terganggu, konsentrasi klien buyar. Berikutnya, ketika marah-marah depan printer, ada seseorang mencetak dalam jumlah yang masif tetapi tidak di-manage sehingga "paper jam" dan tersumbatlah semua dokumen yang siap dicetak. Mohon dicatat bahwa di tempat saya ini semua karyawan mendapat akses ke printer yang sama dan tidak ada printer spesial untuk boss, dan untuk mencetak dalam jumlah yang masif (jumlahnya banyak atau ukurannya besar) sudah disediakan printer canggih di departemen document control.

Terlepas dari latar belakang kejadian tadi, ada lagi latar belakang attitude personal yang tidak bisa lepas dari lingkungan yang membentuknya menjadi seperti sekarang. Kawan dari Norwegia bercerita bahwa di kampungnya sono sepasukan polisi bisa datang ke rumahnya karena dipanggil via telepon oleh tetangganya, hanya gara-gara dia berteriak. Padahal ketika dia tinggal di Malaysia, dia menonton TV sambil berteriak-teriak pun tidak ada yang ambil peduli. Sebaliknya, ada kawan dari negara lain yang di kampungnya sono memang terbiasa berteriak dan menjerit. Bahkan ketika berjumpa kawan lama sekampungnya di sebuah restoran, tanpa segan mereka berteriak, menjerit dan berbincang sesuka hatinya. Jadi yang mana kah sikap yang betul? Yang jelas, kedua-duanya tidak salah. Yang perlu dicatat adalah kecenderungan orang lain meniru. Saya tidak perlu cerita tentang anak-anak, karena sudah banyak pakar yang bercerita tentang ini. Setiap hari berinteraksi dalam masa 8 jam sehari, saya dan kolega, baik sadar ataupun tidak, mungkin tertular dengan dari perilaku yang dominan tempat kerja. Sampai-sampai ada kolega dari departemen lain menganggap saya punya kecenderungan over akting yang serupa seperti boss yang lama. Tapi kemudian saya bantah, "Saya kan tidak pernah menjatuhkan kutukan tujuh turunan, hehe..." ---------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline