Lihat ke Halaman Asli

Alex Palit

Jurnalis

Seorang Pemimpin Harus Dibekali Jimat Bambu Petuk

Diperbarui: 28 Februari 2018   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bambu petuk (foto Alex Palit)

Di antara sekian banyak spesifikasi jenis bambu unik, bambu petuk masih menjadi primadona pecinta, kolektor dan pemburu (bolankers) bambu unik. Bahkan ada anggapan menyebutkan bahwa bampun petuk (BP) adalah raja bambu unik.

Disebut rajanya bambu unik, di kalangan pengaji deling Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN), selain dianggap memiliki energi bawaan alami (tuah), BP ini menyimpan pesan filosofi yang sangat mendalam. Sesuai namanya, dalam khasanah ilmu deling, BP ini merepresentasikan bertemunya semua rasa,  nyawijekne roso

Jikalau seseorang mampu menjalankan laku sesuai yang disiratkan BP, maka orang tersebut akan mempunyai energi nyawijekne roso, yaitu di mana dalam bertemunya semua rasa ini bisa diterima dengan baik antara satu rasa dengan rasa-rasa lainnya yang saling bersinergi.

Adapun bagi seseorang mampu menjalankan lelakunya sesuai tersirat di BP akan selalu bisa diterima dalam setiap pergaluan di mana saja dan kapan saja.

Lantaran BP ini sendiri adalah simbol untuk manusia bahwasanya seseorang telah mengerti akan dirinya sendiri dari mana asal dan ke mana tujuanya telah tahu, atau bisa dikatakan dua dzat menyatu dalam satu ruang.

Dari membaca filosofis BP ini sangat cocok diperuntukkan bagi seorang pemimpin. Atau dengan kata lain bahwa seorang pemimpin harus dibekali jimat bambu petuk.

Sudah tentu yang dimaksud jimat di sini bukanlah yang bermakna mistis apalagi klenik, melainkan makna filosofis dari BP tersebut untuk dijadikan pegangan bagi seorang pemimpin.

Sebagaimana disebutkan dalam ilmu ngaji deling, bahwa BP ini adalah wujud keunikan bambu unik yang merepresentasikan nyawijining roso, bersatunya rasa dari dalam diri (jagad cilik / mikro kosmos) dengan di luar diri kita (jagad gede / makro kosmos) termasuk dalam relasi sosial.  

Sehingga dalam konteks filosofis ini hendaknya siapapun itu seorang pemimpin harus dibekali jimat BP untuk nyawijining roso, bersatunya rasa antara rakyat yang dipimpin dengan pemimpinnya.

Setidaknya dari sini pula kita bisa membaca sejauhmana perwujudan laku seorang pemimpin dalam mengemban amanah dan menjalankan tugas tanggungjawabnya dibekali dan membekali diri sebagaimana pesan yang tersirat di balik bambu petuk.

Dari sini pula akhirnya legitimasi kekuasaan seorang pemimpin pun akan terlihat dalam kepemimpinannya pemimpin tersebut sudahkah mencerminkan perwujudan lakunya dalam mengemban dan menjalankan tugas tanggungjawabnya sebagaimana pesan tersirat di balik bambu petuk. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline