Lihat ke Halaman Asli

Alex Palit

Jurnalis

Saya Beruntung Tidak Kena Maki Prabowo Subianto

Diperbarui: 16 Januari 2018   16:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prabowo Subianto (Foto Alex Palit)

Di sini saya tidak ingin mengomentari prihal ocehan kekesalan La Nyalla yang namanya sempat digadang-gadang maju sebagai cagub di Pilkada Jatim 2018, mengaku dicaki-maki oleh Ketua Umun Partai Gerindra Prabowo Subianto, yang kemudian menjadi adonan berita dengan segala ragam pemberitaannya di media.

Di sini saya hanya diingatkan kembali kala bertemu dengan Prabowo Subianto yang dikalangan internal akrab dipanggil PSD di kediamannya di Hambalang, Bogor, 3 tahun lalu. Dua kali saya bertemu PSD, pertemuan itu cukup lama dari usai maghrib sampai jam 22.30 WIB.

Dalam dua kali pertemuan yang berlangsung sekitar 4 jam itu kita ngobrol banyak hal dari yang remeh-temeh sampai ke topik yang lagi aktual dalam suasana santai tapi serius, sesekali diselingi gelak tawa.

Dalam pertemuan pertama, naluri jurnalitik saya mencari celah kesempatan untuk mengajukan pertanyaan seputar peristiwa yang dituduhkan kepada dirinya sebagai orang ikut yang bertanggung jawab atas penculikan aktvis pro demokrasi 1997/1998, kerusuhan Mei 1998 sampai mencuatnya isu rencana kudeta 1998 di tengah lengsernya rezim pemerintahan mantan mertuanya, Presiden Soeharto. Untuk pertanyaan yang satu ini, ketika dicegat wartawan, PSD menolak untuk menjawab.

Terus terang saat itu saya mencari celah yang pas, karena sempat ngeri juga jangan sampai mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad merasa tidak nyaman bahkan dibuatnya marah oleh pertanyaan tersebut. Dan tetap saja bagi saya obrolan ngalor-ngidul dengan PSD ini sebagai "wawancara eksklusif".

Waktu itu saya sendiri sadar dan menyadari bahwa pertanyaan ini saya sensitif untuk dilontarkan secara langsung ke yang bersangkutan. Bahkan saya sudah siap jika PSD bukan saja tidak nyaman dengan pertanyaan ini, termasuk ketika spontan membuatnya marah.

Karena naluri jurnalistik saya mendorong kapan lagi bisa mengajukan pertanyaan tersebut, dan saya sudah siap dengan risikonya atas reaksi dari PSD atas pertanyaan tersebut.

Walau agak tersendat, akhirnya pertanyaan itu nyerocos juga dari mulut saya. Justru sebaliknya, jawaban yang keluar dari mulut Prabowo justru mangalir blak-blakan dari A sampai Z, diselingi oleh ilustrasi analogis untuk memberikan pemahaman yang lebih utuh atas peristiwa tersebut, apa sebenarnya yang terjadi. Meski ada yang diembel-embeli "Ini off the record".

Saat itu tertangkap kesan kuat dari ekspresi wajah mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad yang juga akrab dipanggil 08 ini bahwa ia sengaja tidak mau membuka tabir tersebut, dan tidak ingin membeberkannya. Ia tidak mau membuka isi "Kotak Pandora".

Lalu, akankah ia terus menyimpan tabir rahasia "Kotak Pandora" tersebut, entah sampai kapan? "Biar ini sudah menjadi bagian tanggungjawab saya," ucapnya dengan nada datar, serius, tanpa memprlihatkan ekspresi apapun di wajahnya.

Jawaban ini memang tidak memuaskan saya, mungkin juga bagi yang lain, masih diliputi rasa penasaran keingintahuan dibuka secara terang benderang tanpa ada yang ditutup-tutupi. Siapa paling bertanggungjawab atas kasus ini? Dan tidak ada lagi yang tersandera olehnya sehingga tidak terjadi yang namanya pembunuhan karakter (character assassination).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline