Lihat ke Halaman Asli

Alex Palit

Jurnalis

Antara Presiden Jokowi dan Bambu Carang Gantung

Diperbarui: 21 Oktober 2017   10:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bambu carang gantung (foto Alex Palit)

Sekedar amatan ulasan 3 tahun pemerintahan Presiden Jokowi dari sepotong bambu carang gantung. Sebagaimana judul tulisan "Antara Presiden Jokowi dan Bambu Carang Gantung", tanpa mengurangi rasa hormat, di sini saya hanya ingin membaca dan mengungkap makna filosofi bambu carang gantung yang dikaitkan dengan kepemimpinan Presiden Jokowi.

Sebelumnya, di sini saya akan mengulas filosofi membaca bambu mengungkap apa dan siapa yang tersurat dan tersirat di balik bahasa tanda bambu carang gantung. Kenapa spesifikasi keunikan bambu ini disebut bambu carang gantung.

Dalam khasanah pengaji deling di kalangan Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN), bambu carang gantung adalah dari sebatang bambu utama di mana tunas-tunas ranting (carang) yang pertumbuhannya menggantung berada di atas ruas. Jadi bambu carang gantung adalah bambu yang tunas-tunas atau carang rantingnya tumbuh dan berkembang di atas ruas batang utama.  

Sebagai pengamat dan pengaji bambu unik, di sini saya hanya ingin mencoba mengulas filosofi pemerintahan kepemimpinan Presiden Jokowi dalam hubungannya dengan bambu carang gantung. Di mana secara filosofi bambu carang gantung ini sering dikaitkan sebagai simbolisasi kepemimpinan.

Walau di Pilpres 2014 kemarin saya bukan pendukung pasangan Jokowi -- Kalla. Malah kala itu banyak tulisan saya sebagai citizen jurnalis mengkritisinya. Tapi begitu pasangan No. 2 ini memenangi Pilpres 2014, dan Jokowi dilantik sebagai Presiden 2014 -- 2019, sebagai warganegara, bagaimanapun juga saya harus mengapresiasi kepemimpinan Jokowi sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, dan simbol negara. 

Jelang 3 tahun pemerintahan Presiden Jokowi. Saya pun tidak peduli dengan serangan kritikan yang dilontarkan kepadanya terutama atas penyebutan sebagai presiden diktator, otoriter, tidak tegas, lembek, klemar-klemer, dan sebagainya. Termasuk saya tidak peduli dengan ragam hasil survei atas tingkat kepuasan rakyat pemerintahan Presiden Jokowi.

Sesuai judul artikel, di sini saya hanya ingin mencoba keterhubungan makna filosofi antara keduanya. Sudah tentu tulisan ini lebih merujuk pada amatan subjektif spiritual saya sebagai pengaji deling (pengaji bambu unik).

Dari filosofi bambu carang gantung ini kita semua sebagai warganegara dan rakyat Indonesia berharap Presiden Jokowi akan menjadi sosok pemimpin sebagaimana disimbolisasi bambu carang gantung.

Sebagai kepala negara dan pemerintahan diharapkan mampu menjadi batang utama tempat tergantungnya tumpuhan dan tumbuhnya harapan tunas-tunas carang atau ranting-ranting.

Sebagai batang utama, Presiden Jokowi diharapkan dapat menjadi tumpuhan bagi pertumbuhan dan perkembangan secara subur dan makmur atas tunas-tunas ranting atau carang yang bergantungan tergantung di batang utama.

Juga, sebagai batang utama, Presiden Jokowi harus mampu menjaga, mengayoni dan melindungi tunas-tunas rating dari hama wereng yang bisa merusak harmonisasi tolerasi tumbuh kembang tunas-tunas ranting carang tersebut sebagaimana yang diisyaratkan filosofi bambu carang gantung.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline