Lihat ke Halaman Asli

Alex Palit

Jurnalis

Menjaga Keberagaman dan Toleransi dari Spirit Lagu Rhoma Irama

Diperbarui: 5 Oktober 2017   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rhoma Irama (Foto dok. Tribunnews)

            Meski bukan fans beratnya, saya sangat menyukai lagu-lagunya Rhoma Irama, yang lirik lagunya banyak menyuarakan syiar atau pesan moral dan kebajikan, untuk menjauhkan diri penggemarnya dari kesesatan dan kemungkaran. Termasuk di dua lagu tersebut,  "135 Juta" dan "Stop".

            Saya menganggap kedua lagu itu begitu dasyat yang terlahir dari sebuah hasil perenungan proses kreatif seorang seniman musik dangdut sekaliber Rhoma Irama yang juga dikenal sebagai seorang ulama dan mubaliq yang bicara tentang visi kebangsaan.

            Lewat repertoar lagu ini kita banyak mendapatkan pelajaran dan pembelajaran berharga dari Bang Haji, dalam hal kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan berdemokrasi, termasuk dalam hal ini bagaimana belajar menjaga keberagaman, tolerasi, dan menghargai perbedaan yang disampaikan lewat pesan di kedua lagu tersebut, itu keren.

            Kenapa itu keren. Bahwa kedasyatan sebuah lagu gemanya mengatasi ruang waktu yang bisa melebihi kekuatan kotbah atau pidato politik juru kampanye sekalipun. 

            Lewat nyanyian lagu "135 Juta" yang dirilis tahun 1977, bagaimana Bang Haji sudah mengajarkan kepada kita mengenai arti dan makna multikulturalisme, dan apa itu Bhinneka Tunggal Ika yang tak lain adalah semboyan bangsa Indonesia, itulah Indonesia.

            Lewat lagu ini, Bang Haji juga mengajarkan spirit toleransi dan menghargai perbedaan kepada kita bahwa sebagai bangsa multikultural yang terdiri dari banyak suku, bahasa, dan bermacam-macam aliran keyakinan dan kepercayaan agama, janganlah saling menghina, itulah Indonesia.

            Kalimat 'janganlah saling menghina' adalah sikap pengakuan bukan hanya janganlah saling menghina, tapi juga lebih luas lagi bagaimana di antara kita saling menghormati dan menghargai satu sama lain sebagai warga masyarakat yang hidup dalam masyarakat multikultural.

            Termasuk juga bagaimana saling menghargai dan menghormati hak-hak orang lain untuk mengaktualisasikan diri dalam aspek kehidupan, termasuk dalam menyalurkan aspirasi hak berpolitik yang diakui dan dijamin hukum perundang-undangan. Termasuk bertoleransi dalam kehidupan keberagamaan sesuai keyakinan dan kerpercayaan. Inti dari semua itu bagaimana kemudian menjadikan dinamika keragaman perbedaan ini sebagai rahmat.

Penggunaan isu sentimen primodialisme kesukuan dan keagamaan inipun sering secara sengaja dijadikan senjata dipolitisir untuk kepentingan pragmatis jelas adalah bentuk pengingkaran dan pelecehan terhadap pengakuan atas spirit dendang nyanyian multikulturalisme "135 Juta".

            Bahkan bukan tidak mungkin ada pula yang memanfaatkan isu berbau SARA ini sengaja digulirkan dijadikan senjata politik untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin memancing di air keruh untuk mendulang keuntungan dengan menebar horor kebencian lewat sensitivitas isu-isu politik primodialisme berbasis sentimen kesukuan dan keagamaan.

            Penyebaran isu-isu yang bertendensi memecahbelah ini harus dihindari, dicegah, dan distop, sebagaimana pesan Rhoma Irama pula, lewat nyanyian lagu berjudul "Stop";

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline