Lihat ke Halaman Asli

Alex Palit

Jurnalis

Jokowi - Ahok Kacang Lupa Kulitnya

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1410884278692838230

[caption id="attachment_343041" align="aligncenter" width="300" caption="Jokowi, Prabowo dan Ahok (foto FX Ismanto / Tribunnews.com)"][/caption]

Jelang Pilgub DKI Jakarta 2012, saya banyak menulis tentang pasangan ganda campuran multikultutalisme Jokowi – Ahok, termasuk sejauhmana pula peran dan andil Ketua Dewan Pembina Gerindra – Prabowo Subianto yang mengarsiteki mengusung mereka ke panggung politik pilgub ini. Sampai akhirnya mereka bisa melenggang sebagai orang pertama dan kedua di DKI Jakarta. Tanpa peran dan andil besar Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini cerita tentang Jokowi dan Ahok pasti lain. Dan kisah peran dan andil Prabowo dalam mengantar Jokowi – Ahok sebagai orang pertama dan kedua di DKI Jakarta ini sudah terpatri menjadi rahasia umum.

Sayangnya setelah menjadi orang pertama dan kedua di DKI Jakarta, mereka kemudian menjadi lupa diri, kacang lupa sama kulitnya. Termasuk lupa dan ingkar dengan komitmen,  bahkan sebagai kacang yang sudah lupa sama kulitnya menafikan segala peran dan andil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra yang telah memboyong dan mengantar mereka sampai akhirnya bisa menduduki posisi jabatan sebagai orang pertama dan kedua di DKI Jakarta. Inilah fakta dan realita sejarah yang tidak terpungkiri.

Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah, begitu pesan founding fathers Bung Karno. Karena pada akhirnya sejarah itu sendiri akan menjadikan pembelajaran berharga yang akan mengajar kita pada sebuah penilaian tentang peristiwa tersebut. Termasuk dari pelajaran jasmerah Jokowi – Ahok yang lupa diri dan lupa sejarah, kacang lupa kulitnya. Karena dari jasmerah ini pula kita diajarkan pada pengenalan nilai moralitas dan etika politik. Dari sini pula akhirnya kita bisa menarik pelajaran dan memberi penilaian, menimbang serta menyimpulkan apa dan siapa sejatinya sosok Jokowi dan Ahok itu.

Di politik kita mengenal adagium tak ada kawan atau lawan abadi, yang ada adalah bagaimana melenggangkan kepentingan ambisius pribadi. Tapi ada satu hal yang tidak bisa diabaikan begitu saja sekalipun itu di politik yaitu moralitas dan etika berpolitik. Karena sehebat apapun indahnya pencitraan yang melekat dalam diri seorang pemimpin akan tiada arti ketika yang bersangkutkan abaikan dan tidak punya moralitas dan etika berpolitik. Untuk tidak dibilang tidak bermoralitas dan tidak beretika, saya kembali teringat pada kata-kata penyanyi Iwan Fals, marilah kita berpolitik dengan mengunakan akal sehat, etika dan estetika.

Bagaimana kita mau mewujudkan ‘revolusi mental’ sekalipun berkata dengan jargon atas nama rakyat kalau mentalitas pemimpinnya sendiri bermentalitas lupa sejarahnya, kacang lupa kulitnya. Bagaimana kita mau bicara ‘revolusi mental’ sekalipun berkata dengan jargon atas nama rakyat kalau pemimpinnya sendiri lupa diri, lupa ingatan dengan asal-usulnya, suka mutar balik fakta, tiada satunya kata fakta.

Tulisan ini hanya sekadar untuk mengingatkan kembali pada kita apa yang disebut dengan jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Dari pelajaran jasmerah ini pula kita diajarkan apa yang dikatakan penyair Cezchnya – Milan Kuldera, perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa.

Dari pelajaran jasmerah ini pula kita mendapatkan pelajaran berharga untuk menentukan pilihan ulang, mempertimbangkannya kembali dari berbagai kisah yang meragukan kita, termasuk dengan apa yang disebut pencitraan. Karena sehebat apapun indahnya pencitraan yang melekat dalam diri seorang pemimpin sekalipun dicitrakan merakyat, jujur dan sederhana, akan tiada arti ketika ternyata sang pemimpin tersebut tidak memiliki moralitas dan etika politik, sama juga bohong!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline